Ini adalah salah satu atraksi utama di Karimunjawa, kegiatan wisata bahari. Isinya hanyalah tentang pulau, air laut dan biota lautnya. Pokoknya itu saja pasti akan membuat Anda akan kagum dengan keindahan alam Kepulauan Karimunjawa.
Saya mengikuti kegiatan wisata bahari ini dengan cara meminta bantuan Mas Ali selaku pengelola penginapan tempat kami bermalam. Mas Ali membantu pemesanan slot untuk wisata bahari yang akan kami ikuti pagi ini. Rombongan wisata bahari yang kami ikuti ini adalah bersama rombongan Wisatawan Mancanegara, hanya kami berdua saja wisatawan domestiknya. Harganya juga masih tetap sama, harga untuk paket wisatawan domestik.
Mas Ali mengantarkan kami menuju dermaga nelayan di dekat alun-alun Karimunjawa sekitar pukul 8 pagi. Di dermaga tersebut sudah terdapat sebuah perahu dengan rombongan yang lambat laun berkumpul. Nama Pemandu wisata bahari kami saat itu adalah Jaladin, atau lebih suka dipanggil Aladin. Tukang fotonya adalah Pedro, saya tidak tahu apakah ini nama asli atau bukan.
Sekitar 30 menit, Saya dan Istri saya berada di atas perahu yang terombang-ambing secara mesra dengan udara pagi itu. Persiapan telah selesai, mulai dari jumlah peserta wisata bahari, hingga logistik dan keperluan lainnya.
Total ada 20 orang saat perahu mulai berjalan menjauhi dermaga tersebut. 16 orang adalah peserta, sedangkan 2 orang adalah pemandu, dan sisanya adalah kru perahu. Rute perjalanan wisata bahari kami ini berbeda dengan rute wisata bahari kunjungan wisatawan domestik.
Berikut sedikit perbedaan yang saya rasakan ketika berada bersama rombongan wisatawan mancanegara dibandingkan dengan wisatwan domestik.
1. Jumlah peserta
Bule โ jumlah peserta kegiatan tidaklah terlalu banyak
Lokal โ jumlah peserta kegiatan bisa hampir mencapai batas maksimal perahu
2. Pemandu
Bule โ guidenya berdandan apa adanya, bahkan tidak memakai baju, ahaha
Lokal โ biasanya menggunakan pakaian yang mencirikan bahwa dia adalah guide.
3. Kegiatan berfoto dan memfoto
Bule โ ketika di perahu, bisa dihitung dengan jari ketika berfoto atau memfoto.
Lokal โ ya seperti itulah
4. Lokasi tujuan
Bule โ Lokasi yang dikunjungi hanyalah spot terumbu karang dan pantai di pulau-pulau kecil
Lokal โ Selain spot terumbu karang dan pantai, biasanya berkunjung ke penangkaran hiu serta penyu. (ini salah satu hal yang kurang saya suka)
5. Pola kunjungan
Bule โ hanya 3-4 spot, namun dalam setiap spot terdapat durasi yang panjang, sehingga akan lebih mudah menikmati kegiatan
Lokal โ jumlahnya lebih banyak dari bule, biasanya hanya sejenak, lalu berpindah.
6. Atmosfer perjalanan
Bule โ tidaklah begitu berisik dan tidak saling kepo satu sama lain, hanya sapaan biasa saja sesama peserta. Mungkin dikarenakan karena perbedaan bahasa dan asal negara, jadi masing-masing menghargai privasi masing-masing.
Lokal โ ingin cari jodoh atau travelmate di perjalanan selajutnya? Rombongan inilah tempatnya, juga rame dan riuh tentunya.
7. Skill di air
Bule โ sudah pada mahir free diving, sedangkan saya saja snorkeling masih suka minum air laut
Lokal โ biasanya ini adegan paling ramai adalah saat snorkeling, kebanyakan peserta merasakan perdana snorkeling di laut lepas pada kegiata ini
8. Makan siang
Bule โ saat adegan makan siang, nasi dan sambal adalah menu yang paling jarang diambil, bahkan kadang lauk berupa ikan tidak habis.
Lokal โ kalau bisa nambah, kenapa tidak ๐
9. Dokumentasi bawah air
Bule – Biasanya sudah membawa kamera underwater sendiri. Mungkin karena memang memiliki tujuan dan rencana yang lebih spesifik, maka tidaklah heran kalau mereka lebih mandiri.
Lokal โ yang jelas, tukang fotonya bakalan capek ๐
10. Area wisata bahari
Bule โ biasanya area kegiatan wisata bahari di timur Pulau karimunjawa
Lokal โ biasanya area kegiatan wisata bahari di barat Pulau Karimunjawa
11. Pakaian
Bule โ minimalis dalam hal pakaian, Anda paham apa yang saya maksudkan
Lokal โ totalitas dalam hal pakaian, biasanya mereka memakai pakaian andalan untuk travelling
Yup, itulah mungkin beberapa pengamatan saya mengenai perbedaan rombongan wisata bahari bersama wisatawan domestik dengan wisatawan mancanegara. Jadi menurut Anda lebih cocok mana dengan gaya berwisata Anda?
60 menit lamanya kami mengarungi perairan di Kepulauan Karimunjawa. Hanya saya dan Istri saya saja yang langsung mengenakan pelampung saat itu, penumpang yang lain memang sepertinya sudah mahir dalam hal apung-mengapung. Terlebih ombak saat itu terasa kecil, walapun sesekali perahu terasa melompat ketika melewati gundukan ombak tinggi.
Pemberhentian pertama adalah lepas pantai di sekitaran Pulau Sintok, pulau yang berada di sebelah timur laut Kepulauan Karimunjawa. Sebagian besar para bule langsung menceburkan diri hanya dengan menggunakan fin dan snorkel, hanya ada 2 orang yang masih dengan santai duduk di atas perahu. Sedangkan Saya dan Istri saya juga masih sibuk bersiap memilih ukuran fin yang tepat dengan kaki kami. Dikarenakan jaraknya yang terlalu jauh dengan Pulau Sintok jika harus berenang, maka perahu tersebut bergerak agak menepi hingga batas kedalaman yang aman dari terumbu karang di tempat dangkal.
Barulah Saya dan Istri saya baru menceburkan diri di tempat itu. Beruntung sebelumnya kami pernah melakukan snorkeling saat berada di Iboih, Sabang, Pulau Weh beberapa waktu silam. Sekarang tinggal hanyalah memanggil kembali ingatan bagaimana cara menyelaraskan semua anggota tubuh ketika snorkeling. Perlu penyesuaian sekitar 10 menit hingga kami terbiasa kembali, merasakan air asin kembali dan terapung dengan sedikit rasa takut untuk tenggelam, padahal sudah memakai pelampung. *ah dasar anak gunung, ahaha.
Ketika kami sedang bersnorkeling ria di daerah yang dekat dengan pantai, kami ditemani oleh salah seorang awak perahu, menjaga kami dan menunjukkan kepada kami beragam keindahan di bawah permukaan laut tersebut. HIngga lambat laun tidak terasa, ternyata kami digiring menuju ke rombongan bule yang berada cukup jauh dari posisi perahu. Tujuannya adalah agar kami juga bisa difoto oleh Mas Pedro selaku pemegang kamera.
Tidaklah begitu lama kemudian, kami akhirnya naik kembali ke atas perahu. Perahu mulai berjalan sedikit ke bagian timur Pulau Sintok. Mencari jalur yang tepat agar tidak mengenai terumbu karang yang terlihat dekat sekali dari permukaan air, efek pembiasan menyebabkan jaraknya terlihat dekat sekali dengan badan perahu. Hingga sampailah ke hamparan pasir putih dangkal yang membuat perahu tidak berani melaju lebih jauh lagi. Maka kami semua turun dari perahu tersebut dengan membawa barang bawaan kami di atas kepala, kedalamanya sekitar 60-90 cm menurut saya, sehingga harus berjalan perlahan agar tidak hilang keseimbangan dan menyebabkan kami menceburkan barang bawaan kami.
Sekitar 20 meter telah terlewati, hingga kami bisa menapakkan kaki di pasir kering Pulau Sintok. Hanya rombongan kami yang berada di situ saat itu. Mas Aladin mempersilahkan semuanya untuk bersantai dan beraktivitas sesukanya, sembari awak perahu membakar ikan yang telah dibawa dari pelabuhan tadi. Saya dan Istri saya menghabiskan waktu dengan berfoto-foto dan membuat foto panorama 360. Sedangkan para bule kebanyakan memotret sesaat, lalu bermain tulisan di pasir, lalu sisanya berjemur dan bermain air hingga kedinginan, lalu berjemur hingga kepanasan, lalu bermain air lagi.
Pastikan Anda menggunakan browser yang sudah mendukung html5, sehingga bisa melihat foto panorama 360 berikut ini. Ukurannya seingat saya tidak sampai 1 Mb, jadi tidaklah memerlukan waktu yang lama untuk memuat semuanya.
Tidaklah terlalu berisik saat berada dalam rombongan tersebut, paling hanya sekedar senyum untuk saling menyapa. Kecuali Mas Aladin, selaku pemandu dengan Mas Pedro, tentu saja dia harus pintar dalam memperlakukan para tamu. Mulai dari bertingkah lucu, berfoto bersama, hingga bermain bahasa bersama para wisatawan yang berasal dari negara yang berbeda-beda.
Teriakan Mas Aladin untuk berkumpul di sebuah gazebo kecil menandakan bahwa makan siang telah siap. Nasi putih, ikan bakar, lalapan, sambal kecap, sambal cabai, kerupuk, buah-buahan dan air putih terasa terlihat menggiurkan sekali di siang terik itu. Hanya orang Indonesia dan orang Korea yang seingat saya mengambil nasi putih saat itu. Selebihnya mereka hanya mengambil ikan dan buah-buahan serta kerupuk. Maklum, budaya mereka adalah makan gandum dan buah, jadi mereka makan sedikit saja sudah kenyang. Padahal jumlah ikan yang dibawa lebih banyak dari jumlah peserta wisata bahari tersebut.
Bule 1 : โAladin, why are you eat rice so many?โ *nada heran
Mas Aladin : โBecause I am from island, people from island love rice and must eat it, hahaโ Balas asal Mas Aladin.
Bule 2 : โAladin, which of this is not spicy?โ tanya seorang bule ketika menemukan 2 buah tempat sambal
Mas Aladin : โthis is not spicyโ menujuk sambal kecap, โand this is spicyโ menunjuk sambal cabai.
Bule 2 : โok, I will choose thisโ mengambil sambal kecap, lalu mencicipinya.
Selang beberapa saat, bule tersebut berteriak bercanda ke arah Mas Aladin, โAladin, do you want to kill me?โ sembali menjulurkan lidah dan mencari air minum.
Hahaha, maklumlah, lidah orang barat tidaklah sekuat lidah orang asia ketika harus menghadapi sambal. Bahkan sekelas sambal kecap saja mereka sudah menyerah.
Setelah selesai makan siang yang membahagiakan tersebut, kembali Mas Aladin memberikan kode untuk bersantai dahulu sekitar 30 menit, baru kemudian menuju perahu untuk menuju lokasi selanjutnya. Saat di Pulau Sintok, kami berfoto bersama seluruh peserta wisata bahari, terasa beragam sekali, mulai dari Indonesia, Korea, Belanda, Spanyol, dan Amerika.
Berjalan kembali menuju perahu dengan perilaku yang sama, menyunggi tas di atas kepala sembari berjalan di air dangkal tersebut. Lalu perahu kembali berjalan, kali ini kami menuju sebuah pulau berukuran kecil di selatan Pulau Sintok. Namanya Pulau Tengah, namun di Pulau tersebut terdapat sebuah resort. Hal yang membuat greget adalah perahu kami tidak bisa berlabuh pada Pulau Tengah tersebut, menurut informasi dari awak perahu, hanya tamu resort saja yang boleh menginjakkan kaki di Pulau Tengah tersebut. Jadilah kami hanya berada di sekitaran pulau tersebut untuk bersnorkeling. Silahkan Anda baca saja UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ternyata arus laut saat itu terasa lebih terasa daripada di Pulau Sintok, mungkin karena suhu pada air laut sudah berbeda-beda, sehingga saya harus berenang lebih sering agar tidak berada terlalu jauh dari badan perahu. Ketika kami berada di sini, tidaklah banyak waktu yang dihabiskan untuk bersnorkeling, mungkin hanya 20 menit hingga kami akhirnya berada di atas perahu kembali untuk berpindah menuju lokasi selanjutnya.
Saat kami sedang berada di sekitaran Pulau Tengah, terlihat juga perahu yang berisi rombongan turis domestik sedang bersnorkeling di area tersebut. Saya perhatikan kok rasanya penuh sekali, mungkin bila saya hitung manual, sekitar 40 orang ada di perahu yang ukurannya sama dengan perahu kami. Juga dari keriuhan yang muncul dari perahu tersebut, sepertinya seru, namun rasanya saya sudah tidak pantas lagi untuk bertingkah seperti itu, hehehe.
Pemberhentian selanjutnya adalah Pulau Cilik, berada tepat di selatan Pulau Tengah. Bila Anda coba melihat ke peta kepulauan karimunjawa, maka ketiga lokas yang kami kunjungi terletak pada satu garis lurus ke selatan. Pulau cilik ini merupakan sebuah pulau yang memang dijadikan sebagai tempat transit beragam rombongan wisata bahari.
Ada sebuah warung di sini yang menjajakan makanan dan minuman sederhana. Untuk mengelilingi Pulau Cilik dengan berjalan kaki, mungkin hanya memerlukan waktu 20 menit untuk sampai kembali ke titik semula. Di tengah Pulau Cilik ada sebuah sumur yang bisa digunakan untuk berbilas, namun untuk buang air, Anda bisa memanfaatkan jasa dari warung yang ada di tempat tersebut.
Di Pulau Cilik ada 2-3 bungalo dari kayu, namun keadaannya tertutup saat kami ke sana. Mungkin milik seseorang atau perusahaan yang hanya dipakai sesekali ketika berwisata ke Kepulauan Karimunjawa. Setidaknya mereka hanya membangun bangunan dari kayu saja, tanpa ingin menguasai seluruh pulau.
Mas Aladin memberikan informasi bahwa 90 menit rombongan akan bersantai di Pulau Cilik, jadi masing-masing dari kami memilih aktivitas masing-masing. Ada yang berjemur, ada yang bermain hammock, ada yang ke warung, atau mengelelilingi Pulau Cilik seperti kami sembari memotret. Pada beberapa titik juga terdapat ayunan, baik yang ada di darat ataupun di atas air. Mungkin bagi para penggila Instagram, bisa disebut sebagai instagramable gitu.
Setelah sekitar 90 menit, Mas Aladin mengajak kami untuk kembali bersnorkeling di dekat dermaga kayu Pulau Cilik. Lalu terlihat Mas Pedro membawa nasi putih dalam gelas plastik, rupanya nasi putih ini digunakan untuk memberi makan ikan-ikan laut agar mendekat dan bisa difoto bersama para wisatawan. Namun ada 2 orang wisatawan yang sepertinya sudah terlalu banyak berhubungan dengan air, sehingga mereka berdua hanya berjemur di pantai hingga kami selesai bersnorkeling ria kembali.
Dulu pernah, terman saya mengatakan kalau jangan memberi makan ikan di laut dengan cara memberikan nasi atau sejenisnya untuk hanya sekedar mengumpulkan ikan tersebut dan kemudian berfoto. Alasannya, nanti ikan-ikan tersebut jadi terbiasa menunggu makanan dari manusia, sehingga malas untuk mencari makan sendiri.
Lalu saya bingung, kenapa bingung? Logika saya sebagai berikut, ikan laut tersebut makanannya adalah biota laut lainnya yang lebih kecil, bisa berupa plankton, ikan kecil, atau lumut. Jadi, andaikan tidak ada manusia yang memberikan nasi putih kepada ikan-ikan tersebut, maka ikan-ikan tersebut tetap bisa dengan mudah menemukan makanan di sekitar tempat berenangnya. Jangan disamakan dengan singa yang terbiasa diberi daging oleh petugas, lalu ketika dilepas ke alam liar, singa tersebut tidak memiliki lagi keterampilan untuk berburu. Begitu logika saya, bila ada pendapat lain, mohon disampaikan pada kolom komentar.
Satu hal lagi yang saya amati adalah perilaku wisatawan mancanegara dalam rombongan saya, mereka terbilang sangat suka melihat ikan-ikan tropis, sehingga ketika ada yang membawa kamera, mereka lebih cenderung memotret ikannya, bukan swafoto bersama ikan. Ya, mungkin mereka sudah bosan dengan swafoto, mungkin. Kalian kapan?
Lalu perjalanan pulang segera dipersiapkan, mesin perahu kembali menyalak, menyeruak riak ombak yang memantulkan rona jingga surya. Kami mulai bergerak perlahan melaju menuju tempat keberangkatan kami. Suasana perahu terlihat tenang, hanya sesekali ada yang mengeluarkan kamera untuk memotret senja yang ada di sebelah kanan kami. Ada juga yang membaca sebuah novel melalui gadget-nya, ada yang hanya memandang laut lepas, ada juga yang tertidur menanti hati berlabuh.
Hari sudah mulai gelap ketika kami mulai merapat di dermaga tempat kami berangkat. Lalu sembari mengucapkan terima kasih kepada awak perahu dan pemandu wisata bahari, kami melangkah menuju ke penginapan kami. Baju yang sudah kering membuat kami ingin segera menikmati makan malam, namun kami memilih untuk kembali ke penginapan terlebih dahulu untuk bersih diri, lalu baru keluar untuk mencari makan.
Hari kedua di Kepulauan Karimunjawa, kami tetap belum memiliki kesempatan untuk menikmati matahari tenggelam di cakrawala. Sedangkan esok hari kami harus sudah kembali ke pulau sebelah, jadi mungkin lain kali akan ada kesempatan itu.
Menu makan malam tetaplah nasi goreng, karena saya tidak bisa makan makanan laut karena alergi protein hewani. Maafkan aku ya Istriku, gegara aku, kamu jadi tidak bisa berpuas menyantap makanan khas di Karimunjawa ketika kita berkunjung. Terima kasih telah berkorban dengan 2 kali makan malam dengan nasi goreng, hehehe.
NB : foto di atas adalah campuran, dari saya (upwater) dan mas Aladin (underwater dan foto keluarga)
Untuk perjalanan selanjutnya, bisa Anda simak pada tautan di bawah ini :
Menuju Karimunjawa #1 : Berhasil Berkunjung ke Destinasi Impian ala Backpacker.
Menuju Karimunjawa #2 : Menyambangi Bukit Love dan Hutan Mangrove KarimunJawa
Menuju Karimunjawa #3 : Menikmati Matahari terbit di Pantai Pancuran
Menuju Karimunjawa #4 : Terjebak Wisata Bahari di Karimunjawa Bersama Bule
Menuju Karimunjawa #5-Habis : Beranjak Meninggalkan Karimunjawa untuk Kembali ke Pulau Jawa
9 comments
wah .. asyik tu mas bisa berkeliling bersama bule ๐
Iya Mas, seru sepanjang perjalanan…
Iya Mas, seru sepanjang perjalanan….
Ngakak bagian perbedaan bule sm lokal. Wkwkwkw tp bener jg sih mas :v
Ngasih alternatif aja mas kalau pergi ke sana sendirian gak pake rombongan.
Saya sih lebih suka yang bule, lebih tenang dan gak terlalu ramai ๐
Seru banget pengalamannya mas.
ahay, iya mas,, beruntung cuaca lagi cerah juga
fotone apik-apik…. : )
Ndilalah cuacane lagi apik mas.. ๐