IMG_20140618_164209

Kamera Olympus EPL-2 ini saya dapatkan dalam kondisi bekas beserta lensa kit 14-42mm. Kesan pertama pada kamera ini adalah mungil dan terasa cukup berbobot untuk sekedar ditenteng seperti kamera pocket pada umummnya. Dalam kelas mirrorless memang kamera ini cukup tertinggal teknologinya saat saya gunakan. Teknologi memang membantu menghasilkan gambar yang berkualitas, namun penggunanya tetaplah menjadi sutradaranya.

Kebiasaan membawa DSLR pada beberapa waktu lalu cukup membuat saya merasa praktis dengan kamera ini, ukurannya tidak terlalu kecil memang, namun tetaplah jauh lebih kecil dari kamera DSLR pada umumnya. Ukuran sensor micro four-thirds inilah yang membuat saya lebih memilihnya daripada kamera prosumer selain dari fitur gonta-ganti lensanya. Sekedar informasi saja bahwa ketika menggunakan lensa dari pabrikan olympus cukuplah diluar jangkauan kantong saya :D, walau belum pernah memakai lensa selain lensa kit, saya mencoba menyarankan lebih baik gunakanlah lensa manual dengan adapter agar mounting lensa dan body kamera bisa cocok. Pengaturan autofokus memang menjadi tiada, namun salah satu keunggulan dari kamera ini adalah live view pada layar lebarnya yang sangat membantu dalam pencarian fokus, sehingga menurut saya penggunaan lensa manual fokus selama kita tidak terlalu mengejar moment maka lebih dari cukuplah untuk mendapatkan lensa pilihan dengan harga terjangkau.

Kamera ini pernah saya bawa ke Gunung Cikurai, terasa praktis saat akan mengambil momen selama perjalanan karena memang tidak perlu kerepotan saat akan mengeluarkannya dari tas pinggang yang biasa saya bawa. Beberapa kali saya gunakan ke pantai serta beberapa kegiatan lainnya yang memang menuntut adanya dokumentasi :D.

 Baiklah, akan coba saya bahas satu persatu dari beberapa hal yang sempat saya perhatikan dari bagian-bagian pada kamera olympus EPL-2 beserta lensa 14-42mm generasi pertama (warna silver).

Baca Juga :  Review Kamera Canon Powershoot SX150 IS

IMG_20140618_164239

1. Sensor
Dengan ukuran sensor lebih kecil dari DSLR dan lebih besar dari sensor pada kamera prosumer, hasil yang didapatkan lebih dari cukup dari sekedar dokumentasi dan beberapa hasil yang serius dalam berbagai teknik fotografi. crop faktor sebesar 2.0 x membuat lensa kit 14 mm akan setara 28 mm pada sensor 35 mm.Sistem Mirrorless meniadakan cermin pantulan di depan sensor, sehingga ukurannya bisa dipertipis. Peniadaan ini juga tetaplah memberikan kekurangan yang cukup berpengaruh menurut saya, (a) debu akan langsung jatuh ke sensor, tidak ke cermin pantulan terlebih dahulu ; (2) sensor akan lebih cepat panas karena akan selalu merekam gambar ketika diterukan ke live view.

2. Body dan tombol
Body kamera ini terasa lebih kuat dari plastik, saya tidak tahu apa nama materialnya, namun terasa lebih kokoh untuk dipegang. Ada grip kecil dari karet yang berada di sisi kanan, sangat membantu untuk kestabilan dalam pengambilan gambar. View finder dihilangkan dari kamera ini, sehingga satu-satunya mem-preview cakupan frame adalah melalui layar, walaupun disediakan port usb untuk memasang view finder elektronik yang dijual secara terpisah.
Tombol terasa khas seperti kamera prosumer, dimana kebanyakan pengaturan lebih lanjut harus masuk ke dalam menu. Tombol dial mode terletak di sebelah kanan di dekat tombol shutter.
Ada tombol 4 arah yang dilengkapi roda dial untuk mengatur pengaturan seperti shutter speed dan bukaan lensa. Terdapat juga tombol tersendiri untuk merekam video yang mempermudah untuk merekam secara cepat tanpa harus memutar ke mode movie.
Mungkin menurut saya jumlah tombol dan konfigurasi lanjutannya seperti pada kamera nikon entry level 😀

Baca Juga :  Review Prosumer BenQ Gh-600

IMG_20140618_164223

3. Layar
Saya tidak paham dari jenis apa layarnya dan ukurannya berapa, namun menurut saya cukuplah besar untuk mempermudah mengambil gambar dan mereviewnya. Pada terik matahari masih terasa nyaman untuk dilihat tanpa harus menutupinya dengan tangan seperti pada layar ponsel, hehehe. Karena ketiadaan view finder maka semua aktivitas visual berpusat pada layar ini, jadi bijaksanalah untuk mendapatkan umur pakai baterai yang lebih lama untuk sekali isi ulang.

4. Internal Flash
Flash pada kamera olympus bisa disembunyikan dengan ditekan ke dalam dan dikeluarkan secara manual dengan tombol geser di sebelah kiri atas. Ukurannya memang kecil, sehingga GN nang dikeluarkan juga tidaklah besar, namun yang saya suka adalah anda bisa mengatur arah tembakan flashnya ke arah atas sekitar 45 derajat. Sangat membantu untuk mendapatkan hasil rataan cahaya pada objek.

5. Battery
Sepertinya menggunakan jenis Li-on, sekali charge sepengalaman saya bisa sampai 200 jepretan lebih dengan pemakaian flash standar dan durasi layar yang standar.

6. Lensa
Kualitas hasil dan kecepatan fokus menurut saya biasa-biasa saja layaknya lensa kit bawaan. Ring fokus berupa putaran tanpa batas dan tanpa indikator jarak fokus, sangat merepotkan ketika kita akan memotret malam gelap tanpa satupun objek yang terlihat pada layar.
Dengan diameter 37 mm cukuplah sulit menemukan filternya, namun saya akhirnya bisa mendapatkan filter CPL ukuran 37 mm untuk lensa 14-42 mm ini.
Lensa 14-42 mm generasi pertama ini memang sering terjadi masalah pada kabel fleksinya yang berukuran mungil. Gejalanya adalah ketika berapa pada focal length tertentu, kemudian anda memfokuskan lensanya, maka akan eror berupa layar gelap. Beberapa kali dapat disembuhkan dengan reset kamera, namun lama kelamaan memang harus diservis hardware lensanya tersebut.

Baca Juga :  Review Sony alpha 230

7. Kualitas gambar
Saya tidak melakukan pengukuran secara profesional, hanya sebatas pengalaman saya ketika menggunkan beberapa kamera. tersedia format RAW (*.orf) dan JPG dari pengaturan pada menu kamera. Cukup bagus menurut saya dari hasil JPG-nya walau terasa warnanya masih datar, namun file NEF bisa anda jadikan pilihan untuk mendapatkan tone sesuai keinginan anda. Noise memang masih menjadi kendala yang berarti pada teknologi mirrorless ini, namun bagi saya tidaklah terlalu mengganggu karena saya bukanlah manusia yang anti noise :D.

IMG_20140618_164133

Kelebihannya menurut sepengalaman saya adalah sebagai berikut :
+ Ukuran kecil dan praktis.
+ Kualitas hasil fotonya cukup baik.
+ Layar lebar dan terang.
+ Ada tombol khusus untuk merekam video.
+ Built in speaker + mic.
+ Body kokoh disertai grip karet.
+ Hot shoe berjenis mount universal.
+ Bisa RAW dengan jenis file *.orf.
+ Selain mode PASM juga ada beberapa scene untuk hasil yang terlihat lebih kreatif.

IMG_20140618_164005

Kekurangan yang saya rasakan adalah sebagai berikut :
– Kualitas, fitur dan keawetan lensa kit 14-42 mm generasi pertama yang kurang baik.
– Noise cukup mengganggu ketika kurang cahaya maupun slow shutter.
– Baterai cukup boros karena pengaruh layar dan waktu aktif sensor yang lebih lama.
– Aksesori mahal dan jarang.
-Teknologi masih tergolong baru, sehingga perlu banyak penyempurnaan.

Kesimpulannya apabila anda menginginkan kamera dengan ukuran mungkin dengan hasil mendekati DSLR, mirrorles bisa dijadikan pilihan daripada prosumer dengan keterbatasan lensanya.
Salam jepret

0 Shares:
6 comments
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like