Kampung Pelangi di Desa Wisata Bejalen tidak hanya menyuguhkan lokasi untuk berfoto yang instragramable, namun juga suasana pagi di desa yang berbeda dengan desa lainnya. Desa Bejalen berada di tepian barat Rawa Pening, jadi pemandangan matahari terbit dari Desa Bejalen akanlah sangat disayangkan untuk dilewatkan.

Saya beruntung pernah Menginap selama 2 malam di Desa Bejalen, sehingga bisa memiliki 2 waktu untuk menanti matahari terbit. Saya mengujungi Desa Bejalen bersama rekan-rekan GenPI Jawa Tengah dan Ikatan Mas Mbak Jateng (IMMJ) dalam rangka kegiatan eksplorasi potensi wisata di Desa Bejalen.

Pagi itu kelabu, hingga tak terlihat sedikutpun biru

Bulan April 2017 bukanlah bulan yang sepenuhnya cerah sepanjang bulan, ada beberapa hari yang dirundung mendung hingga hujan deras. Hal tersebut membuat pagi pertama saya di Desa Bejalen hanya dihabiskan dengan berjalan keliling desa sembari menikmati udara pagi dan mensurvey lokasi yang cocok untuk mengabadikan matahari terbit esok (jika cerah).

Berjalan menyusuri tepian desa bejalen bersama duo ghibah

Rupanya jarak tepian desa dengan Homestay Bu Rini sangatlah dekat, mungkin hanya 150 meter menurut perhitungan asal saya. Saat itu saya berjalan bertiga, bersama Aji Sukma dan Yasir Yafiat yang berjalan santai beralaskan sandal.

Pagi pertama di Desa Bejalen yang mendung tersebut tidak membuat kami putus asa atau larut dalam kenangan masa lalu. Kami tetap berjalan mengitari Desa Bejalen, melihat sekeliling, menyapa para warga yang sudah terlihat bersemangat. Ada banyak adegan saling lempar senyum dan saling menyapa antara kami dan warga Desa Bejalen.

Sejenak lama itu masih belum membuka rona jingga untuk langit timur.
Persawahan di tepian Desa Bejalen memang membuat mata terlihat lebih segar.

Tidak apalah jika hari pertama ini hanya membawakan mendung untuk kami, masih ada esok hari yang tetap kami harapkan untuk lebih bersyukur.

Pagi itu di tepian kali werno Desa Bejalen, pagi yang syahdu dan memang merindu.

Selama 2 malam kami di Desa Bejalen, langit mendung sepanjang malam. Menutup kesempatan kami untuk Memotret Milky Way di langit malam Desa Bejalen.

Baca Juga :  Pemerahan Susu Sapi di Agro Wisata Nusa Pelangi, Desa Gubugklakah

Pagi hari kedua, Saya terbangun dengan protokol untuk melongok ke luar jendela sebelum keluar pintu. Alhamduillah, semburat pagi sudah terlihat membelah langit timur. Segera saya memberikan pegumuman kepada para penguni homestay bahwa pagi ini cerah.

Saya mengemasi kamera dan tripod dengan segera, lalu beranjak menuju tepian desa dengan hamparan Rawa Pening di sebelah timur. Baru beberapa saat setiba di lokasi, saya baru tersadar bahwa filter ND dan filter GND saya tertinggal di dalam kamar. Segera saya kembali sejenak ke homestay untuk mengambil filter tersebut dengan setengah berlari. Saya paling tidak bisa melewatkan pemandangan matahari terbit dengan meninggalkan Filter lensa untuk landscape.

Pagi seperti inilah yang membuat saya memasang alarm lebih pagi dari biasanya.
Entah berapa lama ia teronggok menunggu ribuan pagi di tepian Rawa Pening.
Rona jingga dan unggu beradu untuk mengabarkan bahwa ada banyak renjana tuju di ujung sana.

Pagi tidaklah terlalu cerah saat itu, namun sebagian surai jingganya mampu merobek rinai mega di ufuk timur. Semakin memberikan kesan syahdu dan juga merindu pada sebuah kilas cahaya sebelum ungu.

Rawa Pening semakin menggoda saya dan rekan-rekan untuk menikmati pagi.

Ada banyak perahu nelayan yang tersandar di tepian, cukup menarik untuk dijadikan latar depan foto matahari terbit. Beberapa tanaman eceng gondok dan rerumputan air juga tidak luput dari lensa saya saat itu.

1000 purnama bukanlah romantisme di tepian Rawa Pening, namun 1000 ucap syukur di tiap pagi yang telah terlewati penuh rezeki.

Lalu saya bergerak ke ujung sebuah pematang yang memberikan lebar hanya setapak. Saya berjalan pelan dan berhati-hati agar tidak ditertawakan mereka yang masih berada di daratan. Mendekat ke timur dengan harapan mendapatkan pemandangan yang lebih terbuka. Berikut foto panorama 360 di lokasi yang saya maksudkan.

Saya juga mengemas foto panorama di atas dalam sebuah paket virtual tour yang berisi 4 buah foto panorama 360. Silahkan menuju ke artikel Virtual Tour Kampung Pelangi, Desa Wisata Bejalen.

Salah satu kesukaan saya saat memotret pagi, yaitu bermain slow speed shutter. Memang berbeda dengan keadaan aslinya, karena saya bukan sedang memotret dokumentasi.

Saya kembali lagi ke rombongan yang terlihat lebih menikmati pagi di sudut desa, saya mendekat sembari menikmati cahaya pagi. Ada yang sibuk berfoto diri, ada juga yang sibuk live tweet, ada juga yang sibuk membuang tanah yang melekat di sol sandal.

Baca Juga :  Pulau Nasi, Keindahan di Ujung Barat Indonesia [Pulo Aceh 1/4]

Pemandangan selanjutnya adalah Gunung Merbabu yang sementara masih tertutup awan pada bagian atasnya. Saya bersabar sejenak, berharap awan tersebut beranjak lebih tinggi sembari terlintas kembali perjuangan beradu syair di Gunung Merbabu saat badai.

Rona jingga mulai memudar, tergantikan kelabu memayungi Merbabu.

Kali ini kamera saya menghadap ke arah selatan, menangkap Gunung Merbabu dengan segala keindahannya.

Di ujung sana ada banyak kisah yang pernah terlewati bersama sahabat dan kerabat.

Tanpa terasa kini tiba saatnya untuk kembali ke homestay Bu Rini, beliau sudah menyiapkan sarapan yang nikmat dan tanpa syarat kepada kami.

Sekian dan Selamat Pagi untuk kamu yang jarang mendapat ucapan pagi hari.

0 Shares:
2 comments
  1. Hallo Mas,. saya tertarik untuk motret di area Rawa Pening dari desa Bejalen,. Adakah rute jelas yang bisa saya lewati? Terima kasih.

    1. Halo, rutenya lewat jalan lingkar ambarawa saja, dari pintu yang manapun nanti tetap bisa sampai ke pusat desa Bejalen. Nha dari pusat desa ini tinggal berjalan ke arah timur melewati gang pemukiman warga, nanti sampai di tepian Rawa Pening

Leave a Reply to RubyCancel reply

You May Also Like