Beraktivitas di alam bebas memang menurut saya sangat bisa melemaskan pikiran yang kusut dan berantakan. Banyak sekali referensi wisata di alam bebas baik di gunung maupun di pantai. Cerita serta foto yang menawan akan selalu membuat kita ingin mencobanya.
Saya termasuk salah satu orang yang sempat terinspirasi kisah-kisah perjalanan yang ditulis baik oleh para traveler professional maupun traveler dadakan yang sering melalang buana di dunia maya. Kisah yang paling sering saya baca adalah ketika para traveler tersebut menceritakan atau mungkin mengimajinasikan perjalanan naik gunung.
Beberapa hal sempat saya bayangkan sebelum melakukan kegiatan tersebut, namun entah ceritanya yang berlebihan atau saya yang terlalu mengharap mendapatkan kondisi yang sama seperti itu. Manusia tetaplah manusia, kondisi terburuknya adalah ketika berada dalam situasi yang kontras dengan keadaan yang biasa dilakukan sehari-hari.
Beberapa point di bawah ini adalah keadaan yang dulu pernah INGIN saya rasakan ketika naik gunung dan KENYATAANNYA memang tidaklah seindah cerita-cerita para traveler yang saya baca.
Packing secara rapi dan efisien.
Melakukan daftar yang akan dibawa itu memang harus, sebisa mungkin selengkap mungkin dengan kondisi yang akan kita hadapi di gunung. Ketika daftar bawaan sudah tertulis lengkap, saatnya mengumpulkannya satu lokasi kemudian memasukkannya ke dalam tas carrier.
Saya dulu biasanya membawa consina alpinist 70+5 liter, namun dengan bawaan perlengkapan tim saja rasanya sudah lebih dari duapertiga volume tas, belum lagi perlengkapan pribadi yang memang harus dibawa, belum lagi nanti logistic yang saya beli dijalan, kemudian melakukan packing ulang di basecamp.
Dari semua barang yang sudah masuk daftar tadi terkadang ada yang tertinggal di kos, atau tidak terbeli saat belanja logistik, atau tidak dipersiapkan secara maksimal sebelum meninggalkan kos seperti baterai yang lupa belum diisi ulang. Saya cenderung lebih suka melebihkan barang bawaan daripada nanti kekurangan barang yang dibutuhkan ketika di perjalanan.
Itulah yang membuat packing asal masuk dan yang penting terbawa di dalam tas. Perlu waktu agar saya dapat memahami packing yang efisien dan rapi, secara perlahan dari waktu ke waktu seiring perjalan saya di gunung, dan itu memang bisa belajar dari orang lain dan belajar sendiri.
Melangkah di alam itu tenang.
Beberapa lokasi gunung memang jauh dari jalan raya, sepi karena tidak banyak manusia yang mengunjunginya, namun itu dulu, dulu sebelum 2012-an, dan saya beruntung pernah merasakannya. Ketika perjalanan hanya berjumpa suara burung dan angin, hanya beberapa tenda yang lebih suka beristirahat ketika malam dalam tenang ketika berhenti di Pos Pendakian.
Sekarang tentu sudah tidak akan bisa, apalagi saat akhir pekan atau libur panjang, terlebih dalam musim cerah. Sekarang saja rasanya lelah ketika harus menyapa para pendaki abal-abal yang dari kostumnya saja sudah terlihat kalau mereka tidak niat naik gunung. Menyapa namun kadang tidak disapa kembali, terus emangnya saya menyapa apa? Pohon? Batu?, walaupun tidak semua seperti itu, namun jumlah yang seperti itu semakin hari semakin banyak.
Mereka yang naik dengan membawa peralatan musik, baik analog maupun digital, haduuhh apalagi yang bercanda melebihi suara normal ketika malam menjelang di Pos Pendakian ketika beberapa pendaki lain menginginkan waktu untuk berisitirahat.
Memuaskan hobi fotografi landscape.
Semua spot Gunung itu keren buat di foto, terutama untuk landscape, iya memang, namun ada beberapa hal yang sering mengganggu hobi tersebut. Untuk bernafas saja sudah susah, apalagi harus mengarahkan kamera sembari mencari komposisi, harus menunduk, harus jongkok, alamaaaak,,,tas carrier saya masih menempel iniβ¦.!!.
Ketika selesai membuka tenda, satu hal yang ingin saya lakukan adalah hanya tidur, rasanya sudah tidak ada tenaga untuk hunting foto landscape, bahkan ketika matahari terbit saya lebih suka melanjutkan tidur saya karena terlalu capek dan malas dengan kesemrawutan di luar tenda sana. Kesalahan fatal karena fisik yang memang kurus dan naik saat liburan π
Melakukan perjalanan dengan ceria dan bahagia.
Mau nyanyi lagu βnaik-naik kepuncak gunungβ atau βninja hatoriβ? tidak semudah itu ketika anda harus membawa carrier ukuran besar, terlebih dalam terik maksimal maupun dinginnya gulita. Anda akan lebih sering menghemat tenaga anda untuk bernafas daripada anda gunakan untuk tertawa dan mengobrol. Belum lagi harus berada satu tim dengan orang yang hanya mengeluh sepanjang perjalanan, rasanya ingin tidur saja sekalian, ahahha
Membuat api unggun itu menambah keseruan.
Api unggun? Kemudian nyanyi lagu pramukaan? Di gunung sekarang itu udah gak semudah membuat api unggu seperti dahulu kala, dulu banyak ruang terbuka dan luas serta aman tidak merembet ke mana-mana. Sekarang selain pos selalu penuh oleh tenda-tenda sewaan, juga kayu mati yang berserakan sudah sudah sulit didapatkan. Jadi ketika malam ya sudah, tidur saja π
Bermalam di tenda terasa hangat.
Daripada di luar tenda, memang lebih hangat di dalam tenda, namun tetap saja dingin. Saya baru sekali saja bisa tidur pulas dari puluhan kegiatan pendakian yang saat malamnya harus istirahat. Sisanya saya tidak bisa memejamkan mata karena dinginya itu yang memang harus dinikmati.
Jaket lapis dua, kaos kaki tebal, sarung tangan polar, penutup kepala rapat, sleeping bag sudah membungkus diri, namun tetap saja masih berasa dingin. Faktor ketinggian dan lingkungan gunung yang memang memaksa saya untuk melipat badan agar berharap lebih hangat.
Kerennya bisa memotret milky way di gunung.
Gunung adalah salah satu tempat yang pada beberapa banyak titiknya bebas dari polusi cahaya. Hal ini berarti bahwa milky way dan bintang akan banyak terlihat di waktu tidak ada bulan yang muncul. Ketika anda merasakan kedinginan dari dalam tenda, maka anda akan tau bagaimana dinginya di luar tenda.
Sedangkan memotret milky way tidak bisa asal jepret, harus melakukan pengaturan terhadap tombol-tombol yang ada di kamera, kadang harus melepas sarung tangan untuk mempermudah menekan tombol tersebut. Pengaturan tripod, komposisi serta harus menunggu hingga 30 detik di tiap frame dalam dingin itu menyiksa. π
Melihat pesona sunrise di gunung.
Terlepas dari ramainya gunung-gunung sekarang, dahulu pas masih baru naik gunung tentu saja berani menghadapi dingin untuk menanti matahari terbit. Sekarang kadang agak muncul rasa manja terhadap sleeping bag yang telah menemani semalaman.
Alhasil cukup buka resleting tenda dan menonton matahari terbit sembari merem melek tidak niat. π Kondisi badan yang serasa masih perlu isitrahat akibat manajemen pendakian yang kurang tepat memang menjadi kambing hitam untuk menikmati dan menanti matahari terbit.
Makanan di gunung itu cuma enak dan enak sekali.
Mie instan merupakan makanan favorit para pendaki, selain praktis dan ringan, juga rasanya bisa dibilang bisa menggugah selera untuk makan. Dilihat dari sisi kalori dan gizi, tentu tidak direkomendasikan untuk aktivitas pendakian.
Saya telah kecanduan yang namanya nasi, dan memasak nasi di gunung itu susah, kadang matang sempurna namun sering juga lembut di luar renyah di dalam alias setengah matang.
Sering membawa makanan praktis seperti sosis, nugget, atau kornet, pernah juga membawa teri, sayuran, tempe. Semua ketika di atas asal masak dan asal campur. Rasa jadi nomor dua, yang wajib adalah kenyang dan bisa bertenaga kembali. Lambat laun tentu saja kemampuan memasak saya di alam bebas meningkat seiring ketidakinginan merasakan hambar selalu di ketinggian.
Berjalan menuju puncak itu dekat dengan alam.
Dekat dengan alam itu dulu, sekarang dengan dengan sampai dan para perusak. Tak jarang estafet sampah plastik ada dari basecamp hingga puncak, siapa yang membuang sembarangan kalau para pendaki?
Melihat matahari terbenam di gunung itu damai.
Matahari di gunung itu lebih terlihat bagus karena tidak jarang beralaskan lautan awan di bawahnya, namun saat itulah dingin mulai merayap lewat sela-sela udara ke dalam baju anda. Persiapan mendirikan tenda dan memakan baju tebal sebelum kedinginan sering menjadi hal yang membuat saya melewatkan duduk santai menikmati senja di gunung.
Beban tas saat pulang lebih ringan.
Siapa bilang tas anda akan lebih ringan saat turun? Kecuali anda naik hanya membawa air dan makanan. Peralatan tak habis pakai tentu saja harus anda bawa pulang, termasuk sampah yang kecil hingga besar yang harus anda kemas rapi juga. Kondisi turun secara fisik akan membuat lutut anda akan merasakan beban lebih besar karena harus melakukan kegiatan pengereman dan menapak tanah dari ketinggian.
Jika kondisi hujan, tas anda akan menjadi penampung air yang baik ketika anda tidak membungkus semua yang ada di dalam tas anda dengan kemasan anti air. Perhatikanlah kemampuan fisik anda terhadap perjalanan yang akan anda lalui. INGAT, anda memiliki tujuan utama yaitu pulang ke rumah dengan selamat.
Sehat bugar setelah naik gunung.
βNaik gunung itu sehatβ, iya benar memang, namun tidak langsung sehat. Bagi anda para pendaki baru atau yang memang tidak pernah melatih fisik anda, maka anda akan merasakan rasanya kaki dan badan yang tidak seirama dengan perintah otak anda.
Saya pernah ketika menaiki Gunung Kemiri selama 5 hari, membuat saya harus berlajan terpincang selama 5 hari juga karena pemulihan fisik yang lambat pada tubuh saya. Anehnya, ketika merasakan siksaan fisik seperti itu akan muncul rasa kapok naik gunung, namun ketika sudah sembuh dan diajak naik gunung lagi, maka jawabanya βAYOβ π
Gunung tetaplah gunung, bukan untuk ditaklukan dan bukan untuk tempat bermain tanpa aturan. Semua sudah diatur ketika kedudukan manusia dan alam harus serasi.
Semakin lestari Gunung-gunung di Indonesia, semoga para penjamahmu segera menjadi para pencintamu, kelak agar anak cucu kami tahu dan sadar betapa indahnya Gunung-gunung di Indonesia.
Salam Lestari.
12 comments
sekarang pendaki kebanyakan diisi “turis” anak anak jaman now..kadang tidak ada kehangatan saat saling bertemu..sampah sudah dimana mana dan acapkali keluar kalimat- kalimat yang tidak seharusnya di ucapkan di atas gunnung
betul sekali, karena itu perlu rehat sejenak, menunggu generasi-generasi itu tumbuh menjadi manusia dewasa dan bijak. π
semakin keren nih tulisannya. jadi inget pendakian pertama. kerasa hawatir banget. apa lagi ketemu hewan2 khas gunung.
salam lestari….
terima kasih,
ahaha malah ketemu hewan khas gunung itu yang seru…. haha
salam lestari…
Pak sya kangen ngobrol sama bpak e… kenapa bpak gak balas sms sy… pin sy yang dulu udah ganti pak soalnya lupa emailnya… mf e pak sy ngomongnya di komentar hehehje
wekwek smsku udah lama enggak aku cek maris π
kenapa gak wasap aja?
wah apik tenan mas, penuh petualangan dan seru anak anak jaman sekarang mendakinya. jaman saya masih pake lampu badai dulu waktu SMA π dan belom ada doom
Dulu saya pas SMA pakainya bivak sama senter lampu nyala kuning π
Kadang kalau sakti ya pakai tenda pramuka. π
Kalo ane seneng banget saat malam didepan tenda sambil ngopi item + guyonan kecil khas pendaki. Sumpah, itu nyang slalu bikin kangen mendaki gunung…
Salam Lestari …
Saya juga merindukan hal seperti itu mas…. sudah jarang saya temui pendaki yang memang punya obrolan seru sekarang ini… dulu sering tukeran kontak sama pendaki yang mendadak akrab selama perjalanan…
tapi itu dulu…sebelum negara api menyerang π
Sentilan khas sambil menahan dingin dan ngatuk jadi obat penawar letih….
itulah perjalanan, akan ada beragam rasa yang muncul ketika melakukannya π