Sedikit membenarkan letak topi coklat ini ketika saya meneguk air mineral, terasa panas sekali saat itu walau kami berada pada ketinggian sekitar 900 mdpl. Lokasi yang dipilih untuk kegiatan tanam pohon tersebut memang tepat adanya. Hanyalah rerumputan yang tak lebih dari lutut orang dewasa yang terlihat di sekitaran kami saat masih khidmat mengikuti upacara pembukaan kegiatan tersebut.
Tengah tahun 2012 yang lalu saya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Polisi Hutan daerah Kabupaten Gayo Lues dan beberapa pejabat, serta tokoh masyarakat di sekitaran kaki Gunung Leuser. Terlihat geliat para Polisi Hutan yang merasakan terik terlalu dekat dengan mereka saat lembar demi lembar kertas pidato berganti secara pelan dan dramatis.
Sungguh pemandangan yang membuat saya bersyukur berada di bawah tenda bersama pejabat lain. Mungkin saya dianggap orang dari LSM atau media karena datang dengan pakaian bebas dan kamera yang saya tenteng bebas. Segera sebuah kursi dengan sekotak makanan ringan menyambangi saya saat itu.
Datanglah sebuah pesan singkat dari Bang Wahyudi, seorang Polisi Hutan yang sedang berada dalam barisan. “waaaah enak ya mas, di bawah tenda”. Pesan singkat tersebut akhirnya saling berbalas hingga akhirnya tiba acara yang utama, yaitu menanam pohon.
Pertama kali adalah penyerahan kepada tokoh masyarakat yang berada di kaki Gunung Leuser, yaitu Mr. Jali dan rekan-rekan yang dianggap telah memperkenalkan dan memberdayakan wisata menuju ke Puncak Leuser dan Puncak Loser.
Penanaman pada lubang yang telah disediakan beserta plang nama terlihat di sekitaran tenda. Dalam acara yang seperti ini pasti ramainya hanya saat acara baru dimulai, saat para pejabat mulai menanam hingga prosesi penyiraman bibit tanaman. Setelah para pejabat menginggalkan lokasi kegiatan, maka tinggalah para Polisi Hutan yang mulai menanam di lubang-lubang yang telah mereka buat sendiri dengan jarang yang cukup menarik kucuran keringat saat terik tersebut.
Saya lupa hingga seberapa jauh ikut menanam bersama Polisi Hutan tersebut, namun seingat saya adalah saya harus berpegangan erat saat menaiki bak belakang dengan kaki terjulai di luar badan mobil Strada saat harus turun lewat jalan tanah. Kondisi jalan yang memang bukan jalan, ditambah supir yang merasa sedang balapan rally membuat kami yang dibelakang harus berpegangan erat terhada benda di sekitaran kami, terlebih saat kami melayang sesaat hingga kemudian terduduk kembali dengan keras. Terasa lebih menegangkan daripada wahana di Dufan.
Ada sebuah tenda putih yang digunakan sebagai shelter di pertengahan antara lokasi upacara dan titik penanaman terjauh. Di situlah kami menikmati santap siang dan bercengkrama sembari menanti waktu yang tepat untuk pulang. Ada juga anak-anak kecil yang sepertinya nyaman bermain dengan kami di sekitaran tenda tersebut.
Semoga pohon-pohon yang kami tanam tersebut dapat tumbuh dengan baik dan memberikan manfaat bagi makhluk hidup di sekitarnya.
4 comments
ha ha.. mungkin iyo..
ngalamun iki mesti… raup rono…
wkakwakwa
Iku judule sng bener ‘Polusi’ opo ‘Polisi” toh?
maksude? salah maca judul kah man?