Sebagai orang tua muda, Saya dan Istri saya selalu mencari berbagai referensi untuk pola asuh dan pola perkembangan anak. Maklumlah, anak pertama dan juga baru berumur 1 tahun pada bulan Juni 2018. Status sebagai orang tua muda menjadikan sebuah kewajiban sekaligus tantangan bagi kami, terlebih di masa sekarang di mana teknologi dan informasi sudah berkembang tanpa batas ruang dan waktu.
Bagaimanapun juga orang tua adalah tempat paling awal untuk anak belajar. Sehingga sebagai orang tua, kami harus berusaha sebaik mungkin agar bisa menjadi tempat belajar yang baik untuk anak kami. Jangan sampai kami memberikan contoh yang buruk, atau bahkan lalai dalam mendidik anak.
Kemudahan mengakses informasi pada masa sekarang ini memang mempermudah, sekaligus juga mempersulit. Kami tetap harus selektif untuk menyadur setiap referensi yang kami dapatkan. Terutama yang kami dapatkan dari internet, selalu kami sandingkan dengan fakta yang terpercaya seperti buku atau bertanya kepada ahlinya.
Saya juga terkadang bertanya sekaligus berdiskusi dengan beberapa teman saya yang sudah memiliki anak terlebih dahulu. Beda anak, beda orang tua, akan jelas beda pola asuhnya. Saya selalu mencoba menangkap dengan baik tentang bagaimana sikap mereka pada suatu kondisi ketika mendidik anak. Bagaimanapun juga, mereka sudah selangkah lebih dahulu ketika mengalami hal yang baru saya alami.
Beberapa dari teman saya, sempat merasa menyesal karena mengenalkan gawai terlalu dini kepada anak. Alasannya, hanya karena ingin anaknya diam dan tenang agar tidak mengganggu hal yang sedang dilakukannya. Baiklah jika hanya sesekali itupun dalam durasi yang singkat, namun ketika sudah kecanduan maka tinggalah penyesalan.
“Jangan menjadi orang tua yang malas dalam mendidik anak. Masa kecil anak tidak akan terulang kembali, maksimalkan segala sumber daya untuk bisa mengoptimalkan pertumbuhan buah hati.” Pesan dari seorang teman yang masih saya ingat.
Sebagai pribadi yang tumbuh besar di desa, tentu saja saya ingin membuat anak saya untuk bisa merasakan alam yang sesungguhnya. Maklumlah, untuk sementara kami tinggal di kota dengan segala urusan manusia di dalamnya.
Walaupun sekarang sudah era dimana teknologi dan informasi tumbuh subur, saya tetap berorientasi ke alam untuk mendidik anak kami. Saya meyakini bahwa untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak tidaklah sesulit untuk menanamkan kemampuan afektif anak. Oleh karena itu ayo Dukung Anak Kita Ikut Pramuka, karena berdasarkan pengalaman saya, Pramuka mampu menumbuhkan karakter yang kuat serta soft skill yang akan sangat membantu dalam pementukan jati diri anak.
Kami ingin anak kami tumbuh bersama cahaya pagi yang disambut embun di dedaunan. Biarlah ia menikmati masa kecilnya dengan banyak beraktiitas di luar ruangan, agar tumbuh menjadi generasi yang sadar bahwa alam adalah tempatnya tumbuh besar dan belajar menjadi manusia dewasa kelak.
Terakhir, kami membawa anak kami menuju ke sebuah air terjun dan aliran sungai jernih nan segar. Kami kenalkan kakinya dengan air gunung, kami isi ruang dengarnya dengan kicau burung, kami isi ruang pandanganya dengan kupu-kupu warna-warni yang terbang di sekitar kami.
Sembari kelak ia tumbuh besar dan mulai berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, akan kami tanamkan akhlak yang terpuji dalam hati dan pikirannya agar bisa membedakan dan memutuskan mana yang baik untuk dirinya dan sebaliknya.
Satu hal lagi yang tidak kalah penting yang ingin kami bangun bersama, yaitu mengenai komunikasi. Sejauh pengamatan saya, bentuk komunikasi terbuka dalam sebuah keluarga bisa menghasilkan sikap anak yang lebih mudah untuk mengutarakan apa yang dirasakan. Begitu juga orang tua, akan lebih mudah untuk memahami dan dipahami.
“Didiklah anakmu sesuai zamannya”
Saya sering sekali mendengar dan membaca kalimat tersebut, memang benar zaman saya kecil berbeda jauh dengan zaman dimana anak saya akan tumbuh dewasa. Sedangkan menjadi orang tua hanya sekali dan tanpa ada masa percobaan. Semua terjadi begitu saja, namun saya yakin bahwa semua orang tua akan mencoba menjadi orang tua yang terbaik untuk anaknya.
Proses pengenalan anak terhadap teknologi juga akan kami lakukan dengan pemberian prinsip bahwa teknologi adalah sebuah alat, bukan sebuah kebutuhan. Sehingga menghindarkan dari kesan ketergantungan yang bisa berujung kecanduan.
Sebagaimana kita tahu, teknologi layaknya pisau bermata dua. Ada sederet terori mengenai pola asuh anak untuk menangkal dampak negatif teknologi, namun tetap saja membangun benteng pertahanan dari dalam diri anak adalah yang terbaik dan paling awal yang bisa dilakukan. Hal tersebut hanya bisa dilakukan dari dalam keluarga.
Keluarga memiliki peran penting dalam penciptaan generasi yang sehat untuk masa mendatang. Bagaimanapun juga akan tiba waktu dimana keluarga hanya mampu bisa memberi bekal akhlak agama yang baik dan sikap santun ketika ia sudah siap untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Akhir kata, merasa siap atau tidak siap menjadi orang tua, jangan pernah malas, apalagi mengeluh dalam mendidik anak. Karena kalau bukan kita sebagai orang tua, siapa lagi yang akan membantunya menghadapi dunia dan membekali akhirat?
Salam #SahabatKeluarga