Saya melihat waktu pada arloji yang setia pada tangan kiri saya, segera saya mematikan mesin kuda besi yang telah meraung melintasi ruas demi ruas tanjakan sebelum sampai ke area parkir Obyek Wisata Gedongsongo. Masih terlalu pagi rupanya, lalu saya melangkah ke sebuah warung kecil yang berada di sebelah area parkir motor.
“Bu, kopi item setunggal” (Bu, kopi hitam satu) pinta saya kepada pemilik warung.
“dibungkus nopo diunjuk mriki Mas?” (dibungkus atau diminum di sini Mas) tanyanya balik kepadaku.
“Mriki mawon Bu” (di sini saja Bu) pintaku kali kedua.
“Sekalian dahar mbeten Mas?” (sekalian makan tidak Mas) ibu pemilik warung menawarkan produknya.
“Mbeten Bu, kopi mawon” (tidak Bu, kopi saja) jawabku singkat.
Secangkir kopi hitam dalam gelas kaca dengan gula yang tidak saya aduk menjadi pengantar obrolan saya dengan beberapa orang yang juga sedang minum kopi di warung sederhana tersebut. Obrolan mereka terlihat ringan, jauh dari obrolan berat nan tak jelas yang sering diangkat media jaman now. Gelak tawa sesekali disertai cerita panjang menjadi hiburan tersendiri bagi saya pagi itu, di warung sederhana.
Seusai saya menghabiskan segelas kopi dengan tetap menyisakan gula di bawah ampas kopi, saya beranjak dengan mengucapkan permisi kepada mereka yang rela berbagi tawa di pagi hari dengan hawa khas daerah tinggi. Saya melangkah, mendekat menuju ke loket yang menjual tiket masuk ke dalam obyek wisata Gedongsongo.
Saya dikenai biaya sebesar Rp. 8.000 untuk masuk ke Obyek Wisata Gedongsongo, sebagai wisatawan domestik yang datang di hari biasa. Untuk warga negara asing dikenakan harga tiket sebesar Rp. 75.000. jadi ketika Hamish Daud dan Raisa datang ke sini, mereka berdua harus membayar Rp. 83.000.
LOKASI GEDONG SONGO
Gedongsongo terletak di lereng selatan Gunung Ungaran, tepatnya di Desa Darum , Kelurahan Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Pemberian nama Gedongsongo oleh penduduk sekitar kompleks tersebut berasal dari Bahasa Jawa. Gedong berarti rumah atau bangunan, Songo berarti sembilan. Jadi bila diartikan menjadi sembilan (kelompok) bangunan.
Lantas, apakah ini berarti bahwa di kompleks candi Gedongsongo sejak awal terdiri dari sembilan kelompok? Ataukah memiliki arti lain? Sampai saat ini, pertanyaan tersebut belum dapat dijawab. Saat ini hanya terdapat lima kompleks bangunan saja.
Untuk lokasinya di peta, silahkan simak peta yang saya sematkan berikut ini :
RIWAYAT PENELITIAN dan PEMUGARAN
Pada tahun 1740, Loten menemukan kompleks Candi Gedongsongo. Kemudian pada tahun 1804, Rafles mencatat kompleks tersebut dengan nama Gedong Pitoe, karena hanya ditemukan tujuh kelompok bangunan. Pada tahun 1865, Hoopermans membuat tulisan mengenai Gedongsongo, kemudian disusul oleh Van Stein Callenfels dengan penelitiannya terhadap Kompleks Candi Gedongsongo pada tahun 1908. Hingga akhirnya Knebel melakukan inventarisasi temuan Kompleks Candi Gedongsongo pada tahun 1910-1911.
Sama seperti sebagian besar Candi Hindu lainnya, Kompleks Candi Gedongsongo dibangun di daerah yang tinggi. Berada di Lereng Gunung Ungaran dengan perpaduan antara dua religi yang bersifat lokal dan global. Gunung dipercaya sebagai tempat persembahan kepada roh nenek moyang oleh masyarakat lokal pra Hindu. Sedangkan menurut kepercayaan Hindu, gunung adalah tempat tinggal dewa-dewa.
JEJAK HINDU DI GEDONGSONGO
Kompleks Candi Gedongsongo menjadi bukti bahwa tradisi lokal dan global mampu berdiri setara dengan tradisi lokal. Kesetaraan tersebut ditunjukkan dengan pemberian arti nama baru pada situs Percandian Gedongsongo, yaitu sebagai tempat persembahan roh nenek moyang yang telah menjadi dewa, dan ritual tersebut dilakukan di dalam candi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki ketahanan budaya yang kuat dalam menghadapi budaya global. Kompleks Candi Gedongsongo menunjukkan kekhususannya sebagai budaya campuran (Jawa dan India), yaitu kecenderungannya kepada Parswadewata.
Di Jawa, Parswadewata ditafsirkan sebagai persembahan kepada roh nenek moyang yang telah bersatu dengan Siwa, di dalam candi disimbolkan dengan keberadaan Lingga – Yoni yang dikawal oleh dewa pengiring. Dewa pengiring tersebut adalah Durga (istri Siwa), Ganesha (anak Siwa), dan Agastya (seorang resi dengan kemampuan spiritual setara dengan dewa). Keberadaan arca Agastya ini menunjukkan peran manusia yang mencirikan budaya jawa sebagaimana peran nenek moyang.
Kepercayaan Parswadewata di India tidaklah begitu populer. Tradisi Hindu di India lebih diutamakan kepada Tri Murti yang terdiri dari dewa Brahma, Wishnu dan Siwa. Pada kepercayaan Parswadewata di India, Agastya ditempati oleh Kartikeya (anak Siwa yang berperan sebagai dewa perang). Kemudian ada Nandiswara dan Mahakala yang bertugas sebagai pengawal Dewa Siwa. Nandiswara terkadang dianggap sebagai perwujudan Siwa sendiri atau perwujudan Nandi (kendaraan Siwa) dalam bentuk manusia. Mahakala sebagai dewa waktu juga merupakan perwujudan siwa dalam bentuk Krodha (mengerikan).
BERKELILING KOMPLEKS CANDI GEDONGSONGO
Kita bisa berkeliling Kompleks Candi Gedongsongo, baik searah jarum jam ataupun berlawanan dengan arah jarum jam. Jika kita berkeliling dengan berlawanan arah dengan jarum jam maka kita akan mengujungi kompleks candi dengan urut, mulai dari pertama hingga yang terakhir.
A. Kompleks Candi I
Saya berjalan santai sembari memanaskan otot kaki-kaki saya yang sudah lama tidak diajak menanjak. Tidak sampai 5 menit, saya sudah bisa melihat Kompleks Candi I. Lokasinya paling dekat dari pintu masuk, pemandangannya juga cukup terbuka dari titik ini.
Kompleks Candi I berketinggian 1.208 mdpl, terdapat sebuah candi yang menghadap ke barat, di dalam bilik masih dapat dijumpai yoni, namun lingganya sudah tidak ada. Saat saya berkunjung, di atas Yoni terdapat sesajen yang memang sengaja diletakkan.
B. Kompleks Candi II
Untuk mencapai Kompleks Candi II, jaraknya bisa dikatakan cukup jauh dan cukup menanjak. Cocok untuk mengingatkan saya untuk menarik nafas dalam-dalam guna menikmati udara segar di kawasan itu. Saya tidak bisa memastikan waktu tempuhnya, tergantung masing-masing pribadi dengan amalannya.
Sebelum saya mencapai ke Kompleks Candi II, saya sempat melintasi sebuah taman yang bernama “Vanaprastha Gedong Songo Park”. Cukup menggelitik tulisannya, dimana seharusnya penulisan Gedongsongo itu digabung, tidak dipisah. Untuk masuk ke area ini, ada biaya tiket masuk tambahan sebesar Rp. 5.000, namun khusus hari libur menjadi Rp. 7.000.
Di taman tersebut, ada banyak atraksi yang bisa dilakukan oleh wisatawan, mulai dari bermain ATV, taman bermain, camping ground, area hutan pinus, hingga ada villa yang memang disewakan untuk umum. Sepertinya saya tertarik untuk menginap di villa yang berada di taman ini, harganya cukup terjangkau apabila berangkat rame-rame.
Melanjutkan perjalanan kembali, akan ada banyak warung-warung sederhana di deretan ini. Selain menjual makanan dan minuman, mereka juga menjual sandal. Iya sandal, karena tanjakan jalan menuju ke titik ini merupakan tanjakan yang haus sandal.
Begitu selesai melahap tanjakan penuh warung tadi terlewati, kini sampai pada area hutan pinus. Pada area ini terdapat pos pendakian Gunung Ungaran via Gedongsongo. Saya sendiri belum pernah naik ataupun turun melalui jalur ini, malah istri saya yang pernah turun dari Gunung Ungaran melalui jalur ini
Di sekitaran pos pendakian tersebut juga terdapat wahana outbond, terlihat dari panggung pohon dan kabel kawat yang melintang. Namun tidak terlihat satupun yang berjaga, mungkin hanya ramai saat akhir pekan saja.
Saat sampai di persimpangan dengan jalur kuda, saya menyempatkan turun ke Situs Air Suci. Di situ ini terdapat mata air yang mengalir jernih. Terdapat juga mushola lengkap dengan sandal jepit, sajadah, mukena dan sarung. Suasana di lokasi ini terasa tenang, karena tidak dilewati jalur wisatawan, hanya beberapa yang sengaja untuk datang ke tempat ini.
Akhirnya saya sampai di Kompleks Candi II, pada kompleks ini terdapat 2 bangunan candi. Candi induk menghadap ke barat, sedangkan candi perwara menghadap ke timur. Untuk candi perwara telah runtuh saat ini. Dari titik ini, kita bisa dengan mudah melihat Kompleks Candi IV dan V.
C. Kompleks Candi III
Untuk menuju ke Kompleks Candi III, jaraknya cukuplah dekat namun agak menanjak. Diperlukan gigi rendah dan tekad tinggi untuk bisa mengalahkan lemak dalam tubuh. Tipsnya hanya satu, jangan kasih kendor…!!!
Kompleks Candi III terdiri dari tiga bangunan, yaitu Candi Induk yang menghadap ke barat, candi apit di sebelah utaranya, dan candi perwara yang berada di depan candi induk. Arca pada relung Candi Induk masih dapat dijumpai, yaitu Durga di relung utara, Agastya di relung selatan, Ganesha di relung timur. Mahakala dan Nandiswara terdapat di kanan-kiri pintu candi. Candi Perwara memiliki bentuk yang hampir sama dengan Candi Semar di Kompleks Candi Dieng, yaitu berdenah persegi panjang.
D. Kompleks Candi IV
Saat akan menuju ke Kompleks Candi IV, kita akan melewati kolam renang air hangat dan juga sumber air panas yang keluar dari lubang kawah kecil yang masih aktif dari sisa bentukan Gunung Ungaran Muda. Jika ingin mendekat ke area kawah yang aktif mengeluarkan aroma belerang dan asap putih tersebut, berhati-hatilah agar tidak terpeleset dan tetap jaga jarak aman dengan bibir kawahnya.
Untuk masuk ke dalam kolam renang air hangat tersebut, kita akan dikenai tiket masuk sebesar Rp. 5.000 untuk satu orang. Sangat direkomendasikan untuk berendam tidak lebih dari satu jam dalam air hangat yang mengandung belerang tersebut. Beberapa orang yang masuk ke dalam kolam renang biasanya untuk pengobatan, terutama untuk mengobati kulit dan memperlancar peredaran darah, serta mencoba melupakan masa lalu. #eeaaa
Perjalanan dari sumber air panas ini menuju ke Kompleks Candi IV cukup menanjak, namun pepohonan rindang membuat udara yang dihirup akan terasa sangat menyegarkan, terlebih ditambah dengan suasana yang tenang dan damai.
Kompleks Candi IV memiliki ketinggian 1.295 mdpl, terdiri dari 12 bangunan candi yang terbagi tiga sub kelompok, yaitu :
- Sub kelompok pertama terdiri dari Candi Induk dan delapan candi perwara.
- Sub kelompok kedua terdiri dari satu candi perwara.
- Sub kelompok ketiga terdiri dari dua candi perwara.
Pada bagian luar tubuh candi induk terdapat relung-relung kosong, kecuali pada relung sisi selatan terdapat arca Asastya.
E. Kompleks Candi V
Kita akan melewati tanah lapang yang rerumputannya itu gulingable bila tidak sedang basah terkena air hujan. Ada beberapa warung juga di sebelah barat tanah lapang ini. Untuk menuju ke Kompleks Candi V, jalan cukup menanjak namun tidaklah terlalu panjang. Sesekali saya berhenti untuk menoleh, memandang sisi selatan Gunung Ungaran yang nampak harmonis dengan Kompleks Candi IV.
Pada Kompleks Candi V, terdapat dua halaman yang tidak sama tingginya, di halaman pertama terdapat candi induk yang diapit dua reruntuhan candi perwara. Sedangkan pada halaman kedua terdaat dua buah reruntuhan candi perwara. Candi induk pada halaman pertama dibangun pada ketinggian 1.308 mdpl, pada bagian luar tubuh candi induk terdapat relung-relung kosong, kecuali pada relung sisi timur terdapat arca Ganesha.
Jika cuaca cerah, kita bisa melihat 5 gunung dari titik ini, yaitu Gunung Ungaran, Gunung Lawu, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing. Sebagai kompleks candi tertinggi, biasanya wisatawan cukup lama berada di area ini, selain untuk mengembalikan stamina akibat adegan menanjak, juga untuk menikmati panorama yang menyejukkan mata. Dari Kompleks Candi V inilah kita dengan mudah juga melihat ke semua kompleks Candi.
Bila kita perhatikan dengan seksama, posisi candi-candi yang ada di Kompleks Candi Gedongsongo ini berderet dari bawah menuju ke atas. Seakan membentuk sebuah hirarki dari sebuah kesucian dalam kepercayaan, karena semakin ke atas, maka jumlah candi pada masing-masing kompleks akan semakin banyak. Entahlah, belum ada bukti sejarah yang mampu menjelaskan hal tersebut. Ahli sejarah dan para arkeolog saja masih belum menemukan petunjuk, apalagi Eta yang cuman bisa ngomong “terangkanlah”.
Selain kelima kompleks candi di Gedonsongo, ada sebuah kompleks lain yang memang dikhususkan untuk peribadatan bagi umat Hindu. Letaknya berada di perbukitan yang penuh pepohonan, terpisah dari lokasi yang dibuka untuk wisatawan. Lokasi tersebut memunculkan suasana tenang dan sejuk, sehingga bisa semakin menambah pengalaman spiritual ketika sedang melakukan ritual peribadatan. Bilamana Anda hanya ingin berwisata, maka lebih baik untuk tidak berkunjung ke lokasi tersebut, mari menghormati mereka yang sedang menjalankan ritual kepercayaannya.
Saya sempat membuat virtual tour 360 di lokasi ini. Silahkan menggunakan browser yang mendkung html5 seperti chrome atau firefox versi terbaru. Cukup gunakan tetikus anda untuk memutar-mutar foto 360 berikut ini, juga klik pada ikon yang akan mengantarkan anda untuk berpindah lokasi. Selamat menikmati.
BERKELILING KOMPLEKS GEDONSONGO DENGAN BERKUDA
Bagi Anda yang ingin berkeliling Kompleks Candi Gedongsongo seperti pendekar, Anda dapat menyewa kuda untuk menuju ke masing-masing Kompleks candi. Harga mulai Rp. 30.000 untuk Raisa, sedangkan untuk Hamish Daud harganya mulai Rp. 50.000. Bilamana Anda yang memiliki tubuh subur melebihi 2 kantong semen gresik, maka harganya naik menjadi Rp. 120.000. Perbedaan tersebut bukan diskriminasi ya, hanya penyesuaian saja agar lebih wajar dengan tenaga yang dikeluarkan.
KULINER DI KOMPLEKS CANDI GEDONGSONGO
Kuliner yang paling saya rekomendasikan di obyek wisata Gedongsongo adalah Sate Kelinci, selain memang rasanya yang lezat, suasana pegunungan yang sejuk dan asri, serta ditambah tenaga yang telah terkuras karena mendaki gunung dan lewati lembah. Kenikmatan yang hqq untuk beryukur atas segala karunia-Nya kepada kita yang hanya debu di dunia yang fana ini.
FASILITAS UNTUK WISATAWAN
Saat saya berkunjung pada akhir oktober 2017, sedang ada pelebaran jalan dari Kawasan Candi V menuju ke area parkir kuda. Juga terlihat mulai dibangun pagar pembatas agar pengunjung lebih aman dan bisa berpengangan pada pagar pembatas dengan aman walaupun bukan muhrim.
Area parkir sepeda motor yang telah ternaungi juga sangat nyaman dari guyuran hujan atau terik panas. Ditambah juga ada petugas parkir yang berjaga. Warung makan juga mudah kita temukan, jangan takut kelaparan.
Beberapa titik sudah dibangun toilet dan mushola, sehingga bagi umat muslim tetap dapat menjalankan sholat 5 waktu ketika berkunjung ke Kompleks Candi Gedongsongo. Beberapa penginapan juga tersedia di dalam maupun di luar area Kompleks Candi Gedongsongo.
******
Saya sudah berkunjung ke Candi Gedongsongo sekitar 7 kali seingat saya, namun saya tetap tidak merasa bosan untuk berada di tempat ini. Selain memang daya tarik utamanya berupa kompleks-kompleks candi yang memaksa saya harus berjalan, juga beberapa pembenahan serta pengembangan perlahan-lahan sudah dilakukan. Sapta Pesona Wisata benar-benar terasa di tempat ini.
Tabik..
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pesona Kabupaten Semarang
14 comments
mas pindahnya 360 itu lho,,,,,
lha kudune pindahe pie gung?
Saya baru ke sini sekali, tali gak sampe atas karena sudah terlalu sore. Pengen mengulang lagi ke sana, lebih pagi biar segar. Foto-fotonya keren!
wah, mesti nginepe nang mbandungan iki….awkakwka
jadi kalau saya kesana bertiga … saya, hamish dan raisa bayarnya jadi 91 ribu dong .. hehehe
wkwkwk cocoooook 😀
Ga kuat yambangin semua candinya dulu ke sini cuma nyampe candi kedua apa ketiga gitu. Pas lagi hamil pulak ^^’
wah, bumil jalan-jalannya sehat dan memiliki nilai historis 🙂
Maafkan saya mas, setelah saya baca artikel ini kok rasanya pengen ngerepotin kamu lagi buat balik kesini ya..
Kemarin itu kok ga diterangkan soal candinya malah soal mistis nya.. hihihihi
Ternyata bisa jumpa ganesha harusnya T.T
Kyak nya mesti kesana, dan itu unggaran nya kyanya mesti di jelajah
Yuk mari berkunjung ke Semarang kembali 🙂
aku kalo ke sini gak pernah bayar, tapi lewatnya muter. dari pos mawar naik gunung ungaran, turunnya lewat gedong songo. NTAP
Sikilmu batrene mesti eneloop, dudu alkaline maneh iki Mas….awkakw
Kayaknya aku dulu cuma sampai candi pertama hihihihi
waah, eman-eman tiketnya Mbak, mbayar penuh cuman sampai candi pertama, ahaha