Salah satu hal yang saya sukai ketika melakukan perjalanan adalah sebuah kesempatan untuk berjumpa dengan orang asing. Beberapa dari orang asing tersebut ada yang terlupakan, ada juga yang masih sering berkirim pesan. Salah satu orang asing tersebut yang sampai kini masih cukup sering berkomunikasi adalah Bang Jewe, alias John Wesley Nababan.

Pertemuan pertama saya dengan Bang Jewe adalah saat pada tahun 2012, saat itu kami berjumpa di tepian Danau Lau Kawar saat saya akan mendaki Gunung Sinabung. Di tepian danau yang damai dan sejuk tersebut kami berbagi cerita sebagai sesama orang asing satu sama lain. Kebetulan juga saat itu tenda kami sama, yaitu tenda eiger replacement 2.

Saya paling kiri, sedang Bang JeWe di sebelah kanan saya. Gunung Sinabung di belakang kami. (2012)

Kesamaan tenda terebutlah yang membuat saya berani untuk meminta ijin mendirikan tenda di sebelah tendanya.Walaupun saat itu kami hanya berjumpa selama 2 hari 1 malam, namun kami tetap sesekali berkomunikasi walaupun saya telah berada di Pulau Jawa.

Selang pertemuan pada tahun 2012 tersebut, akhirnya pada bulan februari 2017 kami dipertemukan kembali saat Bang Jewe mengambil cuti kerja demi berkunjung ke Pulau Jawa. Sebagian dari kunjungannya tersebut disempatkan untuk datang ke Semarang selama 2 hari. Kebetulan juga saya sedang off pada rentang waktu tersebut, jadilah saya menjadi pemandu dadakan untuk berkeliling Semarang dan sekitarnya.

Saya sempat menawarkan beberapa lokasi yang berbau aktivitas luar ruangan, namun rupanya Bang Jewe menolak dengan alasan ingin mengunjungi Landmark Semarang. Alasannya sederhana, agar supaya bisa dijadikan sebagai bukti bahwa ia pernah berkunjung ke Semarang.

Maka kunjungan hari pertama adalah menuju ke Candi Gedong Songo, rupanya sebagai anak yang tumbuh di daerah yang tidak ada candi membuat Bang Jewe sangat tertarik dengan serba-serbi candi. Walaupun kemampuan saya untuk menjelaskan candi-candi di area tersebut masih dangkal, namun untungnya sudah cukup membuat Bang Jewe kebingungan sehingga tidak banyak bertanya, ahahaha.

Suasana Candi Gedong Songo yang berkabut dan sempat dihujani gerimis sesaat tersebut membuat perjalanan kami banyak memuat obrolan-obrolan dari masa lalu hingga masa depan. Sempat juga kami berhenti di sebuah warung untuk menikmati kopi panas sembari menikmati suasana yang tenang di hari kerja.

Bisa berfoto bersama kembali, kali ini dengan latar belakang Gunung Ungaran yang tertutup kabut.

Untuk hari pertama, kunjungan ke lokasi sejarah tersebut sudah cukup menguras waktu hingga sore. Sedangkan malam harinya hanya kami habiskan di kontrakan saja. Obrolan ringan dan saling melemparkan tanda tanya menjadi penggerak waktu malam itu.

Baca Juga :  Indah Pagi diantarkan Kereta Pasundan

Hari kedua saat matahari belum terlalu tinggi, maka saya mengajak Bang Jewe untuk berkeliling ke Kota Lama Semarang dan Lawang Sewu. Kondisi siang itu bisa dikatakan cukup mendukung untuk berjalan-jalan di Kota Lama Semarang. Cukup mendung sehingga kita tidak perlu mencari teduhan.

Kota Lama memang belum menawarkan banyak hal untuk diceritakan oleh orang awam dalam hal sejarah seperti saya. Jadi cukuplah hanya bercerita sekelumit kisah pada beberapa bangunan yang saya ketahui saja. Sisanya, hanyalah berjalan menyusuri gang sembari berjalan di bawah bayangan gedung. Setidaknya kami lebih menyukai panas saat di Kota Lama Semarang, daripada saat hujan.

Kunjungan berikutnya adalah ke Lawang Sewu, mendadak saya ingat bahwa saya terakhir datang ke Lawang Sewu adalah pada tahun 2011. Sudah banyak sekali perubahan yang terjadi di Lawang Sewu, juga ada beberapa ruangan yang masih direnovasi atau bahkan masih belum dibuka untuk umum.

Berkeliling Lawang Sewu sekarang mungkin sudah lebih baik walaupun tanpa menyewa pemandu, beberapa jejak sejarah sudah tertuang di atas kertas dan beberapa benda tiga dimensi lainnya. Walaupun ada tawaran untuk menggunakan pemandu, namun sepertinya bagi kami belum begitu diperlukan untuk perjalanan sederhana tersebut. Cukuplah hanya membaca torehan sejarah tentang Lawang Sewu, bukan hanya tentang kereta seperti di Museum Kereta Ambarawa saja, namun juga penggunaan bangunan Lawang Sewu pada masing-masing masa penjajahan.

Saya masih mencoba mengingat-ingat kembali dimana pintu masuk dan pintu keluar ruang bawah tanah di Lawang Sewu. Saya masih ingat pada tahun 2006, seingat saya itu adalah hari Jum’at sekitar pukul 11.30 malam kami masuk ke dalam ruang bawah tersebut dan baru keluar sekitar pukul 01.00 dini hari Sabtu. Saat itu jangan ponsel berkamera, ponsel berlayar monochrome saja masih jarang ada di antara kami.

Perjalanan di Lawang Sewu bersama Bang Jewe tidaklah berlangsung lama, karena sore harinya saya sudah harus mengantarkannya ke tempat pemberhentian bus jurusan Semarang-Yogyakarta. Saya harus mengantarkannya sebelum jam 4 sore. Perjalanan dari Semarang ke Yogyakarta menggunakan Bus Patas AC biasanya ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam.

Baca Juga :  Pulau Nasi, Keindahan di Ujung Barat Indonesia [Pulo Aceh 1/4]

Perjumpaan selama 2 hari tersebut semoga bisa diterima Bang Jewe, karena sebagai tuan rumah saya merasa masih belum bisa menjamunya dengan baik. Maklumlah, saya belum jadi Menteri atau Juragan Beras, hehehe.

Sampai jumpa lagi Bang Jewe, senang bisa mengenalmu dan berjumpa kembali. Semoga segera kita bisa ada waktu lagi untuk berjumpa dengan kondisi yang lebih baik tentunya.

Akhir kata,

“Rezeki bukan hanya berupa harta, namun teman yang baik adalah lebih baik”

Tabik,

0 Shares:
7 comments
  1. sewaktu berkunjung kesana, terpikir untuk buat saran kepada pengunjung yang lain
    hahahahahah
    Thanks mas dan mba, sudah menjamu dengan baik!!
    Saran saat ingin liburan ke sana:
    1. Berkunjung bukan disaat musim hujan (cuaca akan lebih cerah dan bisa menikmati pemandangan dari ketinggian)
    2. Bawalah mantel hujan dan jaket, bila perlu bawalah kendaraan sendiri dikarenakan transportasi yang minim
    3. Lakukan stretching sebelum menuju candi 1 hingga ke 9, dikarenakan letak geografis candi di kaki gunung dan harus melakukan sedikti tracking bila ingin mencapai tiap-tiap candi
    4. Bawa pakaian ganti bila ingin berendam di pemandian air hangat (dilarang pinjam-pinjaman apalagi tanpa busanan)
    5. Dibeberapa lokasi terdapat warung kopi warga, rekomendasi warkop terakhir sebelum mencapai candi 9
    6. Tidak disarankan bagi yang jomblo untuk kesini. Rekomendasi bagi yang berpasangan ataupun yg ingin curcol dan sharing.
    7.Perhatikan langkahmu dikarenakan tersedianya jasa penyewaan kuda.
    8. Berjalan lah sesuai jalur yang telah disediakan untuk anda, karna terdapat jalur khusus untuk kuda. Seperti jalan tol, jalur kuda terlihat lebih nyaman dilewati namun, jangan pernah berfikiran untuk melewati nya karna itu jalur untuk kuda.
    9. Masih ditemui beberapa tempat sakral, disarankan jangan berbuat usil.
    10. Jangan lupa menghitung ulang jumlah candi
    11. Jangan lupa bayar biaya retribusi agar bisa menikmati tanpa takut diusir.
    12. Terdapat wisata hotel disekitar lokasi, disarankan hanya bagi pasangan yang sah.
    Tidak disarankan membawa pasangan yg bukan hak miliknya seutuhnya, selingkuhan pacar selingkuhan teman selingkuhan istri tetangga, istri teman ataupun istri mertua (Dilarang keras)

  2. Benar banget mas, banyak temanku orang Medan atau luar jawa lainnya jika main ke Jogja pengennya ke tempat-tempat yang memang dikenal di tempatnya seperti Malioboro, Parangtritis, lanjut susur Candi Prambanan, dan udah dipastikan menuju Magelang berfoto di Candi Borobudur.

    Bagi kita yang sudah terbiasa dengan tempat tersebut tentu kesannya sama, tapi bagi orang luar jawa dan lama tidak menginjakkan kaki di Jawa, hal itu menjadi sangat berkesan.

  3. Wah, menyenangkan sekali bisa bertemu teman dan bareng-barenh keliling kota. Semisal nanti saya mengunjungi Semarang lagi, bolehkah saya berkabar? Siapa tahu kita bisa kopdar, hehe.
    Candi Gedong Songo memang sudah terkenal sebagai landmark ya, Mas. Sepertinya kalau belum ke sana, belum afdol jelajah Semarangnya, hehe. Saya bersyukur sekali sudah pernah berkunjung ke situ, meski tentu saja tidak menolak kalau diajak lagi, hehe.

    1. Silahkan mas Gara, berkabar saja, asal jangan mendadak ya, untuk kontak saya bisa minta ke ebret Hanif.

      Saya malah ingin ke Gedong Songo lagi, belajar sejarahnya, karena selama ini beberapa kali ke Gedong Songo hanya sekedar main saja. Mungkin nanti jika mas Gara berkunjung ke Semarang, mari ke Gedong Songo lagi, sepertinya seru berkunjung ke sana denganmu Mas 😀

Ambil hanya informasi, tinggalkan hanya komentar. Silahkan berbijak hati untuk mengisi kolom komentar. Salam

You May Also Like