Pada artikel sebelumnya yang isinya saya menikmati langit sore dari depan rumah kontrakan kami, maka kali ini saya akan bercerita tentang langit sore yang sering saya nikmati dari sebuah bukit yang berada di depan tempat tinggal kami. Mungkin berbeda tinggi sekitar 100 meter saja, waktu tempuhnya juga paling hanya memakan waktu sekitar 10 menit dengan berjalan kaki.

 

Lokasi tersebut kini sudah berupa jalan yang dibuka oleh TNI saat ada kegiatan TMMD pada tahun 2012. Jalan alternatif di Kecamatan Pancan Cuaca, Kabupaten Gayo Lues. Jalan selebar 6 meter tersebut masih berupa tanah yang kering dan akan terasa becek saat musim hujan. Entah kapan jalan tersebut akan dirubah menjadi jalan aspal, atau setidaknya diberi bebatuan kecil agar lebih mudah dilalui saat musim hujan.

Saya hanya membawa kamera dan air mineral ketika menuju ke bukit tersebut. Terkadang sendiri, terkadang ada yang menemani. Tujuannya tetap sama, menikmati surai jingga dari ketinggian yang akan memberikan guratan terhadap bentang alam sekitar.

 

Dari titik tersebut, maka akan terlihat persebaran rumah yang berada di dekat rumah kontrakan saya. Semuanya terlihat berada di tepi jalan, membuat pola sejajar terhadap sebuah faslitias transportasi. Jarak antar rumah biasanya sekitar 5 hingga 20 meter, sedangkan jarak antar kelompok rumah kadang bisa mencapai hingga 200 meter.

 

Saat sore hari seperti saat itu, maka akan terlihat aktivitas warga saat hari sudah sore. Ada yang berjalan-jalan, ada juga yang baru pulang dari kebun. Mereka semua terlihat santai sekali menikmati senja tanpa terlihat terpaku pada sebuah layar gawai pintar. Mereka memang pandai dalam menikmati waktu sore, tidak seperti manusia lain di belahan bumi yang lain.

Baca Juga :  Foto Panorama Infra Merah di Alun-alun Wates, Kulonprogo

Terkadang langit sore memberikan warna jingga, terkadang jingga tersebut tergradasi warna biru, kadang juga memerah, atau bahkan terlihat ungu. Semua tergantung kondisi musim dan waktu saja, hanya resep khusus dari Tuhan untuk menyiapkan sore hari untuk para manusia.

 

Saya kembali memulai menekan tombol rana kamera saya, mencoba mencari komposisi yang lebih menarik ketika dilihat. Terkadang juga saya berpose dengan siluet bersama teman-teman yang menemani, walaupun saya lebih sering memotret langit saja.

Kemapuan fotografi saya saat itu masihlah sangat dangkal, walaupun sekarang saya masih belajar, namun saya saat itu hanya sekedar mengarahkan lensa dan menekan shutter saja. Belajar mengenai teknik-teknik lainnya belum bisa saya ketahui, sehingga saya cukuplah mengandalkan keindahan alam saat sore tersebut.

Beruntunglah, selama saya berkali-kali mengujungi tempat tersebut, belum pernah bertemu dengan babi yang sering melintasi tempat tersebut saat sore hari. Bahkan pada malam hari, saya sempat dikagetkan dengan kemunculan seekor babi yang berlari di samping kontrakan saya. Saat itu saya sedang duduk-duduk saja di teras menikmati udara dingin saat malam, sontak saya berdiri dan bersiap untuk mengambil langkah selanjutnya apabila babi tersebut berbelok ke arah saya. Untungnya babi tersebut hanya menyeberang jalan, lalu kemudian menghilang dalam gelap.

 

Itulah sekelumit cerita tentang langit sore yang sampai sekarang masih saya rindukan serta masih saya ingin datangi lagi.

Baca Juga :  Panorama Candi Ngawen, Magelang, Jawa Tengah

 

Salam jepret.

0 Shares:
6 comments

Ambil hanya informasi, tinggalkan hanya komentar. Silahkan berbijak hati untuk mengisi kolom komentar. Salam

You May Also Like