Kali ini perjalanan yang saya lakukan bersama teman-teman tidak memerlukan banyak dana, serta tidak membuang gas emisi yang hanya akan mengotori udara di sekitar kawasan Universitas Negeri Semarang yang kian hari kian ramai oleh emisi. Walau Rektor UNNES sangat giat dalam program konservasi, namun semua individu harus ikut mendukung program tersebut agar tercipta kawasan asri yang menciptakan generasi masa depan Indonesia.

kembali kepada inti cerita saya kali ini, saya sudah beberapa kali melakukan perjalanan ni bersama teman-teman. mungkin untuk sekedar melemaskan otot dan mencari hal yang lain dari pada yang biasa kami lakukan. seperti biasanya juga, rencana perjalanan ini juga tidak direncanakan sebelumnya, hanya modal dadakan yang membuat kami bisa langsung berangkat menuju lokasi. Maklum, sudah terlalu sering segala rencana yang direncakan jauh-jauh hari pasti biasanya gagal atau berubah. Mungkin karena lokasi ini dekat dan mudah dijangkau jadi tidak perlu persiapan yang repot, cukup air minum dan beberapa cemilan sebagai pasangan di perjalanan.

koodinasi di depan kos
persiapan sebelum berangkat
rumah pak kos ini
sebelum berangkat berpose dulu di depan rumah pak kos

sore itu cuaca cukup bersahabat untuk menapaki gang-gang kecil di kawasan UNNES, beranjak dari sebuah ajakan dadakan seorang kawan untuk menuju ke sebuah lokasi di belakang Fakultas Teknik UNNES. Segera persiapan berupa mengisi botol air minum dan mengumpulkan uang recehan untuk membeli  seperangkat roti dan keripik.

setelah semua siap segera perjalanan dimulai dengan tas kecil berisi kantong plastik bilamana hujan turun secara keroyokan. Langkah yang diiringi dengan gesekan sandal jepit swallow semakin membuat kami semakin menjauh dari kos kami. gang demi gang kami lalui, sembari melihat para mahasiswa (terutama mahasiswi) yang baru pulang dari kampus atau kos gebetan mereka Open-mouthed smile.

Baca Juga :  Gedong Songo, Ada Cerita Dibalik Damainya Alam
sebelum nyasar
walaupun nyasar, tapi tetep wajib didokumentasikan

kami mengambil jalur dari sebelah selatan lapangan bola Fakultas Ilmu Keolahragaan menuju ke arah timur, menusuri jalanan paving yang mulai berlubang layaknya gigi tanpa kalsium dan flouride Smile with tongue out.

menurun
awal mula jalan menurun
menurun lagi
menunjuk kera yang bergelantungan
sudah tidak turun lagi
akhirnya sampai ke daerah datar

semakin kami melangkah semakin jarang bangunan yang ada di kiri kanan kami, sampai akhirnya kami melewati bangunan terakhir yang selanjutnya membawa kami menuju ke daerah perkebunan yang menurun. jalan di daerah ini sudah berupa tanah yang akan basah bila hujan dan akan kering bila terkena panas (ya iya lah, anak TK juga tau). Dari kejauhan terlihat bangunan vila dan tower jaringan GSM (sok tau) yang berada di seberang bukit. Bila sedang beruntung, kami kadang bisa melihat dan mendengar gerombolan kera yang bergelantungan dari dahan ke dahan (masa dari dahan ke muka = bahaya).

setelah jalur menurun yang tidak mungkin dilalui oleh mobil (jalur setapak gitu loh) yang berisi batu-batu kecil yang seakan menjadi roller untuk sandal anti selip kami (di iklan pakem banget buat ngerem), terkadang adegan kepleset juga sedkit menjadi bahan tertawaan selama perjalanan. setelah menembus pepohonan rindang, kami mencapai ke daerah persawahan yang ditanami padi oleh para petani setempat. berpose-pose selama perjalanan menjadi hal yang lumrah di jaman social networking sekarang ini.

akhirnya sampai juga di persawahan yang hijau
berpose dahulu di atas tumpukan jerami yang telah dibakar
menapaki pematang sawah kembali
di atas batu besar di persawahan, kami berpose

kembali lanjut menuju sungai yang akan kita sebrangi untuk mencapai bukit seberang. Namun jalan turun menuju sungai tersebut sudah tertutup ilalang yang menandakan sudah jarang sekali dilalui oleh manusia.

memilih jalan yang telah samar
rerumputan yang tinggi menyulitkan perjalanan kami

setelah mencapai bibir sungai, terlihat sebuah sisa jembatan yang masih menggantung di atas kami. Jembatan tersebut terlihat sekali sudah lama tidak digunakan, mungkin sejak zaman prasejarah (mulai deh lebay.nya).

Baca Juga :  [Ebook] Sabang - Pulau weh - Aceh
beristirahat sejenak di atas batu besar
mencoba mengukur kedalaman sungai
mempersiapkan sandal untuk dikirim ke seberang sungai
masing kurang yakin dengan kedalaman sungai
dangdutan di atas sungai, tariiiik mang
kloter pertaman telah sampai di seberang
kloter pertama membantu kloter kedua,alias kloter ngesot

satu-satunya cara kami sampai ke dataran sebelah ya dengan menempelkan kulit kaki kami ke dasar sungai yang berlumut dan basah (mana ada sungai dasarnya kering LOL).  pasang demi pasang sandal jepit melayang menuju tempat pendaratan yang kira-kira berjarak 0,02 km dari lokasi kami berdiri. semua peralatan elektronik kami masukan ke dalam kantong plastik yang telah kami persiapkan sebelumnya. kemudian adegan pamer paha dimulai, mulai dari yang berlaku sebagai skipper, kemudian menyusul satu demi satu sampai akhrinya yang terakhir menjadi bahan ejekan.

setelah semua telah sampai ke seberang, sandal jepit kembali melekat, tas kembali menempel. perjalanan dengan track agak menanjak membuat kami terkadang memilih untuk melepas sandal jepit untuk berdamai dengan tanah liat pada perjalanan tersebut.

salah jalur, sehingga harus berbalik ikut rombongan
sepanjang perjalanan tak henti berpose
sembari berjalan berhenti sejenak untuk berpose
dari persawahan berlanjut kembali menuju pepohonan rindang
kembali melanjutkan perjalanan
jalan datar bagaikan bonus
tetap berjalan kembali

perjalanan kembali menemukan jalan datar (bonus), yang disambung dengan air terjug kecil yang terpagari oleh pohon besar nan rindang.

di bawah rindannya pohon kami berfoto
air terjun mini yang kami temui dalam perjalanan

kemudian jalan berliku menurun kembali kami lalui untuk dapat sampai di bibir sungai lagi. memang kami tidak bisa menyusuri sungai karena ketiadaan perahu karet (ngaco), sehingga kami memilih untuk menyebrang dua kali. adegan penyebrangan kali ini lebih menantang karena arus sungai yang deras serta bongkahan batu yang rasanya tidak akan habis dimakan seumur hidup (kan batunya gak dimakan Smile).

meninjau alternatif jalan menyeberang
menunggu debit sungai berkurang
kloter pertama bergerak menembus arus sungai
depan sudah hampir sampai, belakang yang menunggu
akhirnya sampai di seberang sungai dengan basah kuyup
istirahat sembari mengeringkan baju

setelah basah-basahan demi menyebrang, kami beristirahat sejenak untuk membahas penyebrangan tadi. kemudian kami berjalan melanjutkan menyusuri sungai ke arah barat yang akan terlintasi oleh jembatan kayu namun tertarik oleh kawat baja.

setelah perjalanan menyusuri pinggir-pinggir sungai kami lakukan, sampai juga kami di jembatan yang menggoda kami untuk berfoto-foto. tak lupa juga kami membuka bekal nasi yang tadi sempat terlupakan selama perjalanan. setelah semua kenyang dan bertenaga kembali.

Baca Juga :  Berhenti Sejenak di Gapura Selamat Datang Taman Nasional Gunung Leuser
menatap jembatan beserta pemandangannya
asal pose, sampai kaki pun bergerak sembarangan
efek tendangan tadi membuat mual
meninggalkan jembatan
membukan bekal di ujung jembatan
prasmanan di ujung jembatan

saatnya melakukan pendakian aspal 60 derajat untuk dapat mencapai lapangan basket Fakultas Ilmu Keolahragaan dari sebelah utara. nafas yang seakan terasa sebentar sekali mampir, kaki yang seakan ingin dipikul, lidah yang senantiasa menjulur…wkakwakwkakwkaw. kalau ingat semua itu ingin tertawa rasanya. ada pula yang berjalan mundur, ada pula yang sprint sejauh 3 meter kemudian duduk kembali. tapi itulah keasyikan tersendiri dalam perjalanan kami. semua berasal dari fisik dan semangat masing-masing.

sesampainya di kawasan lapangan basket FIK, serasa kaki melangkah dengan nyaman karena jalan sudah datar. kembali kami melanjutkan perjalanan menuju kos kami yang hanya berjarak 10menit berjalan kaki menembus jalan setapak yang terkadang dilewati oleh sepeda motor.

berjalan sesuai dengan arah yang dianjurkan
berjalan bersama menuju kos tercinta

sesamainya di kos segera ada yang langsung bersih diri, ada juga yang melalukan broadcast terlebih dahulu di depan kos sembari menggoda gadis-gadis yang berjalan di depan kos kami.

itulah perjalanan yang kami lakukan untuk sekedar kembali kepada alam, tak perlu dana banyak, tak perlu kendaraan. cukup semangat dan kebersamaan yang mengatarkan kami melintasi jalanan penuh ejekan dan pertolongan demi mencapai pintu kos kami kembali.

dalam setiap perjalanan, pasti tujuan terakhir kita adalah sebuah pintu yang di dalamnya terdapat sebuah atmosfer kehangatan, entah itu keluarga, kerabat, sahabat, maupun orang-orang yang anda perhatikan dan memperhatikan anda.

sekian dulu kisah perjalanan sederhana saya bersama teman-teman yang selalu terlihat muda walaupun sekarang mereka sudah tua…awahwahwha

keep spirit brother…. ^_^

0 Shares:
6 comments
  1. Jembatan;e reti bangkong, air terjun;e kayane aq juga pernah mrono apa beda yah? Aq lewat;e depan gerbang rektorat turun terus, kayane sih beda. Haha 😀

Ambil hanya informasi, tinggalkan hanya komentar. Silahkan berbijak hati untuk mengisi kolom komentar. Salam

You May Also Like