Sudah lama tidak berjalan-berjalan bersama Rengganis ke alam terbuka beberapa bulan terakhir ini. Maka ketika muncul tanda merah pada tanggal 20 November 2018, segeralah Saya dan Istri saya mencari lokasi yang sekiranya tidak terlalu ramai saat hari libur. Namun yang terpenting adalah lokasi tujuan yang menyajikan air segar, karena anak kecil itu sangat suka bermain air, begitupun juga Rengganis.
Saya sempat berencana membawa baby carrier merk Four Season seperti pada saat trekking ke Curug Lawe dan Curug Benowo tengah tahun 2018. Namun Istri saya segera menolaknya, katanya terlalu ribet kalau membawa baby carrier tersebut bila hanya bermain ke lokasi tujuan kali ini.
Tujuan wisata kali ini adalah Pemandian Air Panas Gonoharjo atau biasa dikenal dengan Nglimut bagi sebagian orang. Saya sudah beberapakali mengunjungi lokasi ini, bahkan pernah membuat virtual tour di Pemandian Air Panas Gonoharjo ini.
Kami sempat membuat dua rencana waktu keberangkatan, pertama adalah pagi hari, yang kedua adalah siang hari setelah Rengganis bangun dari tidur paginya. Musim saat ini sudah memasuki musim hujan, jadi kami berharap jikapun berangkat siang, janganlah sampai kehujanan di tengah perjalanan.
Akhirnya, kami berangkat menggunakan rencana kedua. Sekitar jam 12.00 WIB kami mulai berangkat dari rumah kontrakan kami. Durasi perjalanan sekitar 75 menit hingga lokasi parkir, itupun saya berangkat dengan kecepatan 40-50 km/jam. Di perjalanan, Rengganis juga sempat tertidur beberapa saat.
Begitu sampai tempat parkir, entah mengapa tetiba istri saya minta jajan es krim. Jadilah kami sejenak di parkiran guna menikmati satu gelas es krim yang dimakan bertiga. Untuk tiket masuk dan parkir di lokasi wisata Pemandian Air Panas Gonoharjo ini total Rp.23.000, terdiri dari dua tiket masuk Rp.10.000/orang dewasa, lalu untuk parkir Rp.3.000/motor.
Setelah es krim kami habis, lalu Rengganis mulai dibopong oleh Istri saya karena medan awal masih berupa tangga batu menurun. Sekitar 200 meter, kami sampai di air terjun kecil yang sudah membuat Rengganis ingin turun dan bermain air. Segera kami menepi, meletakkan beberapa barang di tempat kering dan mengajak Rengganis untuk mencicipi sejuknya air di air terjun tersebut.
Baru sekitar 15 menit kami berada di tempat tersebut, langit mulai menurunkan rezeki melalui bulir-bulir kecil yang menjarum ke bumi. Segera kami berkemas setelah membaca pertanda tersebut, kami berpindah ke sebuah warung sederhana yang berada di area tersebut. Lalu hujan turun cukup deras saat itu, kami memesan sepasang teh panas dan pop mie untuk mengisi lambung kami.
Cukup sulit juga untuk menahan Rengganis agar diam agar tidak keluar dari warung tersebut, padahal kondisi masih hujan deras. Sembari disuapi nasi tim dan telur rebus sebagai menu makan siang, Rengganis kami lindungi dari tempias air hujan yang masuk ke dalam warung karena terbawa angin.
Hingga hujan deras telah menua menjadi rintik yang ramah, saya membuka payung, membopong Rengganis keluar warung di bawah naungan payung. Lama-kelamaan hujan mereda, lalu kami melanjutkan perjalanan kembali setelah kami menuntaskan tagihan di warung tersebut.
Dengan jalan beton yang masih tergenangi air hujan di beberapa titik, Rengganis minta berjalan sendiri. Dengan tangan kecilnya yang tetap dalam genggaman Istri saya, langkah kakinya selalu menuju ke genangan tersebut. Seakan menjadi check point bagi Rengganis, kakinya masuk dan menghentak-hentakkan kedua kakinya untuk membuat air keluar dari genangan tersebut.
Mungkin cukup jarang ada balita yang dibawa orang tuanya ke tempat ini, sehingga sering mengundang sapaan dari beberapa pengunjung yang sempat berpapasan dengan kami. Jalan semakin naik dan semakin licin, kami bergantian membopong Rengganis saat menemui jalanan terjal yang tidak memungkinkan kaki kecilnya untuk melangkah.
Tujuan kami adalah mencapai kolam air hangat yang berjarak sekitar 500 meter dari warung tempat kami berteduh. Hari semakin sore dan langit masih berselimut mega mendung. Akhirnya kami sampai di kolam air hangat sekitar pukul 14.40 WIB. Rupanya kolam renang yang besar kini airnya sudah tidak hangat lagi, berbeda dengan kondisi saat saya bersama teman-teman kuliah mengunjungi tempat ini di tahun 2009.
Kami berpindah ke kolam kecil yang airnya terasa hangat namun tidak terlalu panas untuk Rengganis. Saya memasukkan kedua kaki saya ke dalam kolam yang kedalamannya tidak mencapai lutut saya. Kedua kaki kecil Rengganis saya celupkan ke dalam kolam tersebut secara perlahan, rupanya Rengganis sangat menikmati rasa hangat di kedua kakinya tersebut.
Hingga pukul 15.00 WIB saya menyudahi proses menaik-turunkan Rengganis di kolam air hangat tersebut. Lalu kami mencari lokasi yang cukup kering untuk mengganti pakaian Rengganis yang lembab sembari mengoleskan minyak telon di badannya agar tetap hangat.
Kami kemudian kembali turun untuk menuju ke lokasi parkir yang berjarak sekitar 700 meter dari lokasi kami tersebut. Proses turun terasa semakin lama karena jalan yang terasa cukup licin, beruntung kami memakai sandal gunung dengan grip yang masih baik, sehingga tidak ada adegan terpeleset saat itu, Alhamdulillah.
Kami berhenti kembali di air terjun kecil yang sempat kami singgahi sebelum hujan tadi. Berfoto bersama untuk mengabadikan momen saat itu. Dari titik ini, perjalanan menuju lokasi parkir kembali menanjak. Rengganis kembali meminta untuk berjalan sendiri, namun sesekali kami bopong jika menemukan anak tangga yang tidak memungkinkan untuk dilaluinya.
Alhamdulillah, kami sampai kembali di lokasi parkir. Menemui kedua helm kami basah kuyup karena hujan. Saya lupa tidak membawa kantong plastik untuk membungkus kedua helm kami sebelum turun ke lokasi wisata. Ah, rasanya biaya parkir sebesar Rp.3.000 terasa mahal di lokasi ini jika ingat bahwa semua kendaraan basah kuyup.
Kami bersiap-siap untuk pulang, mengemasi semua barang bawaan agar tertata rapi dan nyaman selama perjalanan. Baru 5 menit kami meninggalkan lokasi, Rengganis sudah terlelap tidur di pelukan Istri saya. Rengganis baru terbangun ketika kami hampir sampai rumah. Tiga kali ia tidur hari ini, hal ini menandakan bahwa jam tidur malam Rengganis akan mundur beberapa jam.
Alhamdulillah, sudah sampai kembali ke rumah kontrakan kami yang kecil. Badan terasa lelah ingin beristirahat, namun Rengganis masih mobat-mabit ke sana ke mari. Sekitar jam 20.20 WIB dimana kondisi sudah cukup tenang saat itu, Rengganis terlihat mengantuk dan minta tidur setelah ngemil telur rebus dan kentang goreng.
Petualangan hari ini bersama Rengganis telah selesai, bahagia dan lelah terakumulasi. Saatnya mencuci peralatan memasak agar esok Subuh bisa dengan segera memasak nasi tim dan lauk untuk mengisi gizi dan tenaga Rengganis satu hari penuh.
Terima kasih bagi pembaca untuk mengikuti cerita Trip Rengganis kali ini, sampai jumpa di seri perjalanan selanjutnya.
Tabik.
2 comments
paling asik itu memang kalau jalan-jalan sama keluarga…
wah bikin iri nih jalan-jalan keluarga di alam terbuka seperti ini mas..
cuma kalau di cuaca dingin sayangnya anak saya gak terlalu kuat..
jadi lebih sering mainnya ke pantai dari pada gunung..hehee..
Anak saya malah yang gak betah kalau cuaca panas Mas, makanya main ke gunung 😀