Sebenarnya ini kisah 2 tahun yang lalu, tepatnya bulan november 2012. Berawal dari sebuah ajakan untuk menghadiri acara nikahan sepupu di Kota Malang yang telah diberitahukan ketika saya masih berada di pulau sebelah :D.
Beberapa rencana untuk sekedar melipir ke destinasi wisata yang ada di Kota Malang sempat tertata rapi, namun goyah juga ketika mengingat kembali bahwa tujuan saya ke Kota Malang adalah untuk menghadiri pernikahan sepupu, tentu saja saya di sana ikut wara wiri dalam acara pernikahan tersebut.
Pukul 15.00 wib saya berangkat dari Banjarnegara menggunakan bus Handoyo menuju Kota Malang, duduk bersama Pak Lek (=om) di barisan depan cukup membuat saya susah tertidur karena sorot lampu dari kendaraan yang berlawanan arah membuat mata saya sesekali terbuka.
Pukul 5.00 wib keesokan harinya adalah waktu pertama kali saya menginjakkan kaki di Kota Malang, sebuah kota yang sebenarnya ingin saya datangi semenjak 2010 lalu. Jemputan telah menunggu di mulut jalan kecil sebuah perumahan sederhana di sudut Kota Malang.
Singkat cerita tanpa merubah tema, ada agenda wisata bersama keluarga yang berada di Kota Malang untuk mengunjungi Jembatan Suramadu, sempat tertarik untuk ikut bersama rombongan terebut. Berpikir kembali dengan cepat, segera saya memisahkan dari rombongan tersebut dan menaiki sebuah sepeda motor Megapro yang masih tertempel plat dengan letter dari daerah Banjarngara.
Bermodalkan sebuah ponsel dengan GPS dan kamera kesayangan (saat itu), melajulah saya menuju ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Sempat bingung dengan beberapa persimpangan tidak membuat saya mengurungkan niat untuk mengunjungi TNBTS.
Pemahaman lokasi yang sebelumnya telah saya pelajari dari beberapa sumber, membuat saya tidak begitu panik ketika memasuki jalan kecil yang mungkin bagi beberapa orang jalan tersebut bukanlah jalan yang benar untuk menuju TNBTS. Pemandangan di sepanjang perjalanan membuat saya sesekali menurunkan ritme mesin untuk lebih lama menikmatinya.
sampailah di pintu masuk TNBTS, saya dikenai retribusi sebesar 7000 rupiah termasuk kendaraan saya. Mengikuti suasana jalan yang tenang dan sunyi dalam suasana pengunungan yang permai. Sampailah saya di pertigaan dimana ada pilihan antara ke Bromo atau Ranupani, hati sempat bingung juga ingin mengambil arah yang mana.
Namun karena saya tidak ada niatan mendaki saat itu, ya cukuplah ke Bromo untuk melintasi lautan pasirnya. Jika saya ke Ranupani namun tidak melanjutkan untuk mendaki, mungkin yang ada hanya rasa “mupeng” untuk merasakan keindahan pendakian ke puncak Mahameru.
Arah Bromo mantap saya ambil, seketika jalanan mulai menurun meliuk menghindar beberapa lubang kecil dalam perjalanan menuruni bukit tersebut. Tak berapa lama akhirnya sampailah di sebuah tanah datar di sebelah jalan yang saya lalui.
Sejenak mengambil beberapa foto ditengah terik surya kala itu, terpaksa berfoto sendiri menggunakan timer :D. Datanglah serombongan para pelancong muda yang menggunakan motor, meminta untuk difotokan bersama para rombongannya yang terlihat sudah kelelahan dan kepanasan waktu itu.
Meluncur kembali ke daerah berpasir lapang, ternyata cukup banyak aktivitas di sekitaran daerah tersebut. Serombongan kendaraan hardtop berkumpul pada suatu titik, ternyata sedang ada sesi foto dengan model dua orang gadis seksi. Saya cuma melintas saja, karena saya tidak tertarik untuk memotret obyek yang seperti para fotografer itu lakukan.
Sampailah di bukit teletubies, sebuah daerah dengan penampakan seperti pada film teletubies. Gundukan gundukan mungil nang hijau yang tertutupi rumput tipis membuat pemandangan di aera itu sangat memukau untuk bernarsis ria ๐
Cuaca yang cukup terik ditambah dikelilingi pasir hitam dan panas, membuat saya segera bergegas untuk menuju ke area Gunung Bromo. Beberapa kali saya kerepotan untuk mengendalikan laju megapro yang saya naiki, mungkin karena belum terbiasa dengan medan pasir halus seperti itu. Pelan pelan asal sampai tujuan, itu motto yang saya gunakan untuk mencapai ke tujuan saya.
Ketika melihat pemandangan sekitar yang bagus, berhenti untuk bernarsis ria :D. Sekitar 60 menit lebih saya berjibaku dengan medan berpasir, dan juga sempat ditolong oleh warga sekitar untuk memilih pasir yang padat sebagai jalan yang direkomendasikan, akhirnya saya sampai di depan patok khas gunung bromo.
Kamera segera saya pasang tak lupa timer, beberapa pose cukuplah sudah. Walaupun telah sampai di lokasi tersebut, tidak terbesit keinginan untuk mendaki Gunung Bromo saat itu. Segera naik ke atas melalui jalan aspal untuk mencapai tempat yang lebih tinggi. Satu foto saya ambil kembali.
Setelah itu segera saya pulang melewati Probolinggo untuk kemudian menuju Kota Malang. Sempat juga terbesit untuk mampir ke air terjun Madakaripura, namun waktu yang sudah tidak memungkinkan membuat saya melanjutkan perjalanan kembali ke Kota Malang.
Hanyalah rasa penasaran yang sebenarnya ingin saya obati ketika mengunjungi TNBTS, bukit teletubis, lautan pasir, serta Gunung Bromo. Penampakan sunrise di Pananjakan dengan pemandangan sejuta umat akan bromo tidak membuat hasrat saya meninggi, berdiri di tepian kawah Gunung Bromo juga saya rasa belum begitu menggugah selera untuk berjalan mendaki.
Dari semua yang saya lakukan selama perjalanan tersebut hanyalah untuk melihat apa yang selama ini saya saksikan lewat foto ataupun cerita perjalanan.
Mungkin suatu saat nanti akan terbesit keinginan untuk menanti sunrise di pananjakan, atau juga berdiri menatap kawah Gunung Bromo secara langsung.
Semoga ๐